Bisnis.com, JAKARTA - Harga sembako di pasar tradisional dipastikan bakal naik secara cepat atau lambat usai pemerintah mengumumkan penaikan harga BBM.
Dewan Pengurus Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (DPP IKAPPI) khawatir itu akan berdampak besar terhadap banyak sektor khususnya para pedagang pasar.
"Mungkin hari ini masih belum terlalu terlihat, karena masih penyesuaian harga, tetapi kenaikan harga sembako itu pasti," kata Ahmad Choirul Furqon, Ketua Bidang Penguatan Usaha dan Investasi DPP IKAPPI dalam keterangannya, Selasa (6/9/2022).
Pria kelahiran Rembang itu juga mengatakan bahwa, kenaikan harga BBM akan berdampak banyak hal, dari inflasi hingga harga sengsarakan pedagang pasar.
"Kenaikan harga BBM ini akan memberikan efek domino terhadap kehidupan masyarakat, seperti inflasi, biaya transportasi, hingga lonjakan harga pangan," jelas pria yang akrab disapa Furqon tersebut.
Menurut dia, jika inflasi dianalisa awal hanya sekitar 4 persen, maka ada kemungkinan pasca kenaikan harga BBM analisa dari perbankan dan ekonom menyebutkan paling buruk yaitu 6 hingga 8 persen. "Terus apakah ini baik untuk sebuah negara? Tentu tidak, maka dari itu jika pemerintah ingin membuat kebijakan harus dilihat secara holistik, bukan parsial," imbuh Furqon.
Baca Juga
Dia menambahkan dampak kenaikan BBM sudah mulai terlihat dengan naiknya harga daging ayam dan cabai di sejumlah daerah.
"Dampak kenaikan harga BBM untuk awal saja sudah terlihat sekali. Baru berapa hari naik, harga daging ayam di wilayah Singaparna sudah mulai naik, harga cabai di Tasikmalaya sudah naik. Jangan sampai nanti ketika harga sembako sudah mulai naik malah saling menyalahkan. Pasalnya saling menyalahkan ini sudah pernah terjadi saat kenaikan harga cabai beberapa waktu lalu," imbuh Choirul Furqon.
Dia berharap pemerintah dalam menyelesaikan masalah ini tidak hanya menggunakan kebijakan populis, tapi harus dengan pertimbangan logis dan matang.
"Kami berharap pemerintah tidak hanya menggunakan kebijakan populis sebagai solusi, tapi harus kebijakan yang memang subtantif dan cerdas. Kebijakan BLT dalam praktiknya hanya seperti menjadi obat bius sementara bagi masyarakat, setelah BLT selesai lantas apa solusi untuk masyarakat," tuturnya.