Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah optimistis dapat menjaga pertumbuhan ekonomi pada tingkat 5,2 persen hingga akhir tahun di tengah lonjakan inflasi, terutama akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi yakni solar dan pertalite.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu memperkirakan tingkat inflasi akhir tahun akan mencapai kisaran 6,6 hingga 6,8 persen akibat kenaikan harga BBM.
“Kenaikan harga BBM, dampaknya kami ukur 1,9 persen tambahannya [ke inflasi], sehingga akhir tahun kami berusaha akan tetap jaga dengan kombinasi semua, bahan pangan dipastikan selalu ada, dijaga distribusinya, harapannya masih bisa dibawah 7 persen,” katanya usai rapat kerja bersama dengan Komisi XI DPR RI, Senin (5/9/2022).
Febrio menjelaskan, kelompok masyarakat yang paling terdampak dari kenaikan harga BBM adalah kelompok masyarakat menengah ke atas. Sementara itu, kebijakan kenaikan harga BBM tersebut kata dia diperkirakan akan menggerus daya beli masyarakat kelompok menengah ke bawah sekitar Rp8 triliun.
“Yang terkena dampak, terutama dari kenaikan harga ini sebenarnya kelas menengah atas, kelas bawah sudah kita sudah hitung dampaknya, terhadap biaya hidup masyarakat 40 persen ke bawah sekitar Rp8 triliun,” jelasnya.
Namun demikian, tergerusnya daya beli kelompok masyarakat tersebut kata Febrio telah dikompensasi oleh pemerintah dengan pemberian bantuan sosial sebesar Rp24,17 triliun.
Jika dirincikan, bantuan langsung tunai akan diberikan kepada 20,65 juta keluarga yang masing-masing akan mendapatkan Rp150 ribu per bulan untuk empat bulan dengan total anggaran Rp12,4 triliun.
Pemerintah juga memberikan subsidi upah sebesar Rp600 ribu per pekerja bagi 16 juta pekerja yang berpenghasilan maksimal Rp3,5 juta tiap bulan dengan total anggaran Rp9,6 triliun.
Selain itu, pemerintah juga memberikan bansos Rp2,17 triliun yang berasal dari dana alokasi umum dan dana bagi hasil pemerintah daerah untuk subsidi transportasi angkutan umum, ojek online, dan nelayan.
“Kita jaga inflasinya tidak terlalu tinggi, kisarannya 6,6 hingga 6,8 persen. Pertumbuhan ekonomi kita masih bisa jaga di 5,2 persen,” jelasnya.
Pada kesempatan berbeda, Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengatakan bahwa kenaikan harga Pertalite sebesar 30,72 persen dan Pertamax sebesar 16,0 persen akan menyumbang inflasi sebesar 1,35 persen poin.
Sementara itu, kenaikan harga Solar sebesar 32,04 persen akan berkontribusi sebesar 0,17 persen poin pada tingkat inflasi. Kenaikan harga ketiga jenis BBM ini pun berisiko memangkas pertumbuhan ekonomi sampai dengan 0,33 persen poin.
Hingga semester pertama 2022, kata Faisal, perekonomian Indonesia mampu tumbuh sebesar 5,23 persen, didukung oleh naiknya mobilitas setelah pelonggaran PPKM, bansos dari Pemerintah, dan kinerja ekspor yang tinggi di tengah naiknya harga komoditas unggulan.
“Dengan demikian, kami masih melihat ekonomi Indonesia masih dapat tumbuh di kisaran 5 persen secara full-year pada 2022 ini,” kata Faisal.