Bisnis.com, JAKARTA — Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan menilai bahwa konflik antara China vs Taiwan yang melibatkan Amerika Serikat (AS) merupakan risiko eksogen, tetapi tetap perlu diwaspadai.
Kepala BKF Febrio Nathan Kacaribu menjelaskan bahwa konflik geopolitik yang menjadi perhatian bukan hanya perang Rusia vs Ukraina, tetapi juga yang terjadi konflik China vs Taiwan. Ketegangan antara China vs Taiwan dan Amerika Serikat meningkat setelah kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke negara tersebut.
Menurutnya, apabila konflik itu memanas, Indonesia tidak akan terkena dampak secara langsung. Namun, Febrio menyebut bahwa terdapat risiko rambatan konflik tersebut terhadap perekonomian Indonesia.
"China vs Taiwan ini konflik geopolitik. Dari sisi perekonomian kami pantau sebagai risiko eksogen, artinya di luar kontrol perekonomian Indonesia, sehingga dampak yang kami perkirakan itu yang sifatnya spillover," ujar Febrio dalam taklimat media BKF, Senin (8/8/2022).
Dia menyebut bahwa potensi dampak rambatan dari konflik itu bisa muncul terhadap mobilitas perdagangan dan investasi. Seperti diketahui, China dan Amerika Serikat merupakan mitra dagang Indonesia, sehingga gangguan dari masing-masing pihak maupun keduanya bisa berpengaruh terhadap perdagangan Indonesia.
Kondisi serupa terjadi dalam hal investasi. Pasalnya, China dan Amerika Serikat masuk dalam 10 besar negara yang menanamkan modalnya di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Apabila kedua negara itu terlibat konflik, aliran investasi bisa terhambat.
"Sejauh ini memang belum terlihat ada dampak cukup signifikan, tetapi ini bagian yang kami katakan tadi waspadai," ujar Febrio.
Dia berkaca dari konflik antara Rusia dan Ukraina yang tidak melibatkan Indonesia tetapi dampak rambatannya sangat terasa, bahkan secara global. Hal tersebut menurut Febrio tetap harus diwaspadai dari eskalasi konflik di Taiwan.
Febrio pun menyebut bahwa Indonesia akan mengedepankan diplomasi ekonomi jika ketegangan antara China dan Amerika Serikat serta China vs Taiwan semakin meningkat.
Dia tidak ingin negara-negara miskin dan berkembang semakin tertekan akibat konflik antara negara-negara maju, seperti yang terjadi di Afrika sebagai dampak dari konflik Rusia-Ukraina.
"Konteks [konflik] geopolitik ini lebih dari sekadar ekonomi. Namun, tentunya kita bisa membawa diplomasi ekonomi lebih ke depan," imbuhnya.