Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom Core: Pemerintah Perlu Rumuskan Tata Kelola Pupuk dan Pangan

Subsidi pupuk harus terfokus pada komoditas bahan pangan pokok strategis yang berdampak langsung pada laju inflasi
Petani padi melakukan pemupukan di lahan sawahnya dengan pupuk urea bersubsidi. istimewa
Petani padi melakukan pemupukan di lahan sawahnya dengan pupuk urea bersubsidi. istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah terus melakukan berbagai upaya untuk meringankan beban petani terkait kenaikan harga pupuk secara global. 

Salah satunya melalui subsidi pupuk pada komoditas bahan pangan pokok dan penting yang berdampak langsung pada laju inflasi. 

Hal ini merupakan tindak lanjut hasil rekomendasi Panja Pupuk bersubsidi Komisi IV DPR RI yang meminta pemerintah fokus pada subsidi pupuk komoditas tertentu. 

Selain itu, pemerintah juga memberikan subsidi untuk gula petani senilai Rp1.000 per kilogram sehingga mampu meringankan beban masyarakat dan menjangkar potensi kenaikan harga pangan strategis.

Terkait kebijakan tersebut, peneliti Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Eliza Mardian melihatnya sebagai bentuk subsidi langsung kepada petani sebagai kompensasi atas tingginya harga pupuk.

"Rencana pemberian subsidi ini dalam jangka pendek memang dapat menjadi angin segar bagi para petani di tengah melonjaknya harga pupuk nonsubsidi yang diakibatkan perang Rusia-Ukraina. Namun dalam jangka panjang, tata kelola nasional perlu dibenahi," kata dia, Kamis (14/7/2022).

Sekadar informasi, kebijakan redistribusi pupuk bersubsidi dilakukan pemerintah untuk menjaga ketahanan pangan nasional, sehingga pemerintah fokus memberikan subsidi pupuk kepada petani untuk jenis Urea dan NPK.

Harga pupuk nonsubsidi diperkirakan akan terus naik sepanjang tahun 2022. Data World Bank-Commodity Market Review per 4 Januari 2022, Pupuk Urea dan Diamonium Fosfat (DAP)  mengalami kenaikan yang signifikan. 

Harga DAP mengalami kenaikan sebesar 76,95 persen, sedangkan harga pupuk urea naik hingga sebesar 235,85 persen. 

Kenaikan harga pupuk nonsubsidi itu disebabkan sejumlah faktor, di antaranya pembatasan Ekspor Bahan Baku yang Dilakukan Rusia dan China. 

Saat ini, Rusia dan China adalah dua negara pengekspor dua jenis bahan baku pupuk NPK, yakni Fosfor (P) dan Kalium (K) terbesar.

Selain pembatasan ekspor yang dilakukan Rusia dan China, meroketnya harga pupuk juga diperparah melalui kenaikan harga komoditas dunia yang menjadi bahan baku pembuatan pupuk.

Langkah lain yang dilakukan pemerintah adalah melakukan negosiasi terhadap komunitas global untuk tidak memberikan sanksi impor pupuk dari Rusia, memudahkan pengiriman bahan baku pupuk asal Ukraina, serta mencari sumber pemasok baru.

Saat meninjau Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BBPadi) di Kabupaten Subang, Selasa (12/7/2022) lalu, Presiden Joko Widodo juga mengingatkan Indonesia harus mengantisipasi krisis pangan yang terjadi secara global.

“Kita tahu bahwa dunia sekarang ini sedang terjadi kekurangan pangan di mana-mana. Oleh sebab itu, kita harus waspada dan memastikan bahwa ketersediaan pangan kita masih pada kondisi yang aman,” ujar Jokowi

Jokowi juga mengingatkan jajaran terkait untuk tidak hanya berfokus pada satu tanaman pangan beras, tetapi juga mengembangkan komoditas lainnya agar terjadi diversifikasi pangan. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Wahyu Arifin
Editor : Thomas Mola
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper