Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Rumah Alami Lonjakan Tiap Tahun, Area Cinere Bisa Naik Rp100 Juta Pada 2024

Indeks harga rumah dalam 3 tahun terakhir meningkat 10 persen. Walaupun sempat mengalami perlambatan akibat pandemi di tahun 2020-2021 namun tren peningkatan harga kembali berlanjut di tahun 2022 dengan kenaikan 5 persen secara tahunan
Perumahan di Sentul City/Antara
Perumahan di Sentul City/Antara

Bisnis.com, JAKARTA – Rumah.com memproyeksikan kenaikan harga rumah di area Cinere, Kota Depok dalam dua tahun mendatang mengalami kenaikan senilai Rp100 jutaan. 

Country Manager Rumah.com Marine Novita mengatakan harga rumah khususnya di Jabodetabek setiap tahunnya pasti mengalmami kenaikan. 

penyebab harga rumah selalu naik diantaranya adalah terjadinya inflasi, ketersediaan tanah yang tak pernah bertambah sementara jumlah penduduk terus bertambah, dan kenaikan harga bahan bangunan.

“Indeks harga rumah dalam 3 tahun terakhir meningkat 10 persen. Walaupun sempat mengalami perlambatan akibat pandemi di tahun 2020-2021 namun tren peningkatan harga kembali berlanjut di tahun 2022 dengan kenaikan 5 persen secara tahunan,” ujarnya, Kamis (14/7/2022).

Rumah.com Indonesia Property Market Index juga mengungkap bahwa tingkat kenaikan harga terjadi lebih besar lagi di area Jabodetabek dimana kenaikan harga mencapai 11,5 persen di Tangerang Selatan, 24,5 persen di Kabupaten Tangerang, 8,5 persen di Kabupaten Bogor, dan 7,5 persen di Kota Depok terutama didorong oleh area-area idaman yang menjadi incaran pencari rumah.

Salah satu contoh tingkat kenaikan harga yang lebih besar di wilayah Jabodetabek adalah area Cinere di Kota Depok dimana saat ini harga rumah tapak mencapai Rp13,27 juta per meter persegi.

Dia memproyeksikan dalam dua tahun ke depan diperkirakan harganya bisa mengalami kenaikan dalam kisaran Rp15 jutaan per meter persegi atau dengan kata lain harga rumah yang tadinya sebesar Rp700 juta bisa meningkat Rp100 jutaan dalam waktu dua tahun terakhir.

Tingkat kenaikan harga hunian tersebut tentunya di atas laju purchasing power bagi kebanyakan pencari rumah sehingga menjadi masalah bersama yang perlu dicari solusinya.

Salah satu solusi memang pemerintah telah menawarkan skema Kredit Pemilikan Rumah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP) sebagai dukungan likuiditas pembiayaan bagiperumahan untuk  masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

“Sebanyak 178,728 unit rumah subsidi berhasil disalurkan sepanjang tahun 2022 dengan peningkatan jumlah dan nilai subsidi setiap tahunnya,” katanya. 

Kendati demikian, lanjut Marine, program di hilir melalui subsidi angsuran rumah ini idealnya diiringi juga dengan berbagai kebijakan dan program lain di hulu agar pemerintah dapat membantu penyediaan hunian secara lebih menyeluruh.

Selain itu, besarnya subsidi angsuran KPR melalui program FLPP yang jika dirata-rata mencapai Rp110 juta per transaksi adalah angka yang cukup besar jika dibanding harga rumah subsidi yang maksimal senilai Rp160 juta. Besarnya subsidi angsuran ini tidak lepas dari tingginya suku bunga KPR di Indonesia dibanding negara lain.

Meskipun suku bunga acuan Bank Indonesia telah berada di level 3,5 persen sejak Februari 2021 hingga Juni 2022 namun saat ini suku bunga KPR masih ada di kisaran 7,9 persen.

Marine menilai Pemerintah perlu melihat kebijakan finansial secara menyeluruh sebagai bagian dari upaya membantu penyediaan perumahan.

Selain program di hilir seperti subsidi angsuran dalam program FLPP, idealnya kebijakan di hulu juga mendapat perhatian. Tingginya harga lahan perlu intervensi dari pemerintah baik secara langsung dengan menyediakan hak guna lahan, ataupun bentuk intervensi lain terhadap penyediaan lahan.

Pemerintah juga perlu menegaskan kembali tentang payung hukum yang dapat memberi rasa aman, preferensi dan insentif terhadap perumahan vertikal atau rumah susun.

“Temuan Rumah.com Consumer Sentiment Survey H1 2022, mengungkapkan bahwa hanya ada 2 persen responden yang menjadikan apartemen sebagai pilihan utama ketika mempertimbangkan untuk membeli hunian dalam waktu satu tahun ke depan dibandingkan dengan rumah tapak,” tuturnya. 

Rendahnya minat responden tidak mempertimbangkan untuk membeli apartemen disebabkan dua alasan utama yaitu pertama nilai lebih untuk harga yang sama dengan membeli rumah tapak dan alasan kedua adalah ketidaksukaan tinggal di gedung bertingkat tinggi.

Dia menilai rendahnya minat terhadap apartemen ini cukup mengkhawatirkan di tengah semakin terbatasnya lahan dan kemampuan untuk membeli. Menurutnya, menjadikan apartemen sebagai pilihan yang menarik bagi pencari rumah adalah pekerjaan rumah bagi segenap industri properti dan pemerintah.

Keengganan dan kekuatiran pencari rumah harus dijawab dengan kepastian, rasa aman, dan pilihan produk yang tepat. Mengingat keterbatasan lahan, tugas ini makin mendesak untuk segenap pemangku kepentingan.

“Bagi keluarga muda yang masih tinggal dengan orang tua atau mertuanya agar tidak usah berkecil hati. Tinggal bersama orang tua atau mertua menjadi kesempatan untuk berbakti, tentunya dengan saling menghormati privasi dan saling bertanggung jawab. Tinggal bersama orang tua atau mertua bisa menjadi penghematan sekaligus langkah awal memiliki rumah sendiri dan memberi kesempatan untuk lebih memahami area-area yang menjadi incaran,” tutur Marine.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Yanita Petriella

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper