Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) menilai komitmen para penegak hukum sangat diperlukan untuk memberantas praktik pertambangan tanpa izin atau PETI yang kian marak seiring dengan meningkatnya harga komoditas secara global.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan para pelaku usaha tambang batu bara tidak pernah berhenti melaporkan PETI kepada pemerintah. APBI, kata Hendra, mendukung segenap upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi maraknya aktifitas PETI.
Menurut Hendra, sejak isu PETI merebak lebih dari 10 tahun lalu, APBI senantiasa berkoordinasi dengan pemerintah menyampaikan data-data dan memfasilitasi upaya penegakan hukum untuk memberantas aktifitas tanpa izin tersebut.
Hendra menjelaskan jika melihat pola praktik selama ini, PETI bisa dicegah atau ditanggulangi. Bahkan bukan tidak mungkin PETI dicegah karena tinggal menunggu momen pergerakan harga komoditas batu bara.
"Intinya adalah penegakan hukum. Aktifitas yang tidak bertanggung jawab tersebut kerap terjadi jika ada lonjakan harga komoditas. Para perusahaan anggota kami juga senantiasa berkoordinasi dengan Kementerian ESDM melaporkan aktifitas tersebut," katanya dalam keterangan resminya, Rabu (13/7/2022).
Dia menyebutkan, pelaku usaha tidak berpangku mengandalkan pemerintah dan aparat penegak hukum. Berbagai cara dilakukan, termasuk membina masyarakat sekitar area operasi dan kerjasama juga dengan aparat hukum setempat.
Baca Juga
Menurut Hendra, di tengah kondisi perekonomian yang sulit tentu tidak mudah bagi pemerintah dan aparat keamanan untuk mengatasi kondisi tersebut.
"Dengan kerja sama yang erat dari semua pihak, permasalahan PETI nantinya akan ada bisa di atasi,” ujar Hendra.
Berdasarkan data Ditjen Minerba Kementerian ESDM hingga kuartal III/2021, PETI mencapai 2.700 lokasi. Sebanyak 2.645 lokasi PETI Mineral dan 96 lokasi PETI batu bara dengan aktivitas PETI terbanyak berada di Sumatera Selatan.
Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Sunindyo Suryo Herdadi mengatakan PETI terus menjadi perhatian pemerintah.
“Diperlukan upaya bersama dan dukungan seluruh pihak untuk mendorong penanganan isu PETI beserta dampak yang ditimbulkan,” ungkapnya.
Dari sisi regulasi, PETI melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pada pasal 158 UU tersebut, disebutkan bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar. Termasuk juga setiap orang yang memiliki IUP pada tahap eksplorasi, tetapi melakukan kegiatan operasi produksi, dipidana dengan pidana penjara diatur dalam pasal 160.
Di pasal 161, juga diatur bahwa setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan/atau pemurnian, pengembangan dan/atau pemanfaatan pengangkutan, penjualan mineral dan/atau batu bara yang tidak berasal dari pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB atau izin lainnya akan dipidana dengan pidana penjara.