Bisnis.com, JAKARTA — Turki mengambil langkah agresif untuk mengkerek nilai mata uang lira. Pemerintah yang belum lama ini mengubah nama negaranya dari Turkey menjadi Turkiye, melarang penyaluran kredit kepada perusahaan yang dianggap memiliki banyak uang tunai dalam bentuk valuta asing.
Mengutip Bloomberg, Sabtu (25/6/2022), regulator perbankan negara itu membatasi pinjaman lira kepada korporat jika mereka memiliki lebih dari 15 juta lira atau US$890.000 dalam bentuk tunai mata uang asing dan jika jumlahnya melebihi 10 persen dari total aset atau penjualan tahunan. Otoritas, yang dikenal sebagai BDDK, mengumumkan keputusan itu pada hari Jumat.
Langkah tersebut, yang sebelumnya dilaporkan oleh Bloomberg HT, memicu reli di lira, yang pada satu titik melonjak 5 persen terhadap dolar, kenaikan terbesar pada tahun ini. Mata uang Turki diperdagangkan naik 3,3 persen dari jam 9 malam.
Langkah tersebut merupakan salah satu intervensi paling kuat oleh otoritas Turki dalam mendukung lira, yang masih menjadi mata uang terburuk tahun ini di pasar negara berkembang. Kebijakan pemerintah Turki kemungkinan akan mendorong perusahaan-perusahaan dengan mata uang asing untuk membuang aset jika mereka menginginkan akses ke kredit baru dalam bentuk lira, menurut Evren Kirikoglu, ahli strategi independen di Istanbul.
Keputusan tersebut adalah yang terbaru oleh Turki dalam upaya untuk menstabilkan lira pada saat suku bunga negara itu adalah yang paling negatif di dunia setelah inflasi diperhitungkan.
Adapun di bawah tekanan Presiden Recep Tayyip Erdogan untuk mempertahankan suku bunga rendah, pembuat kebijakan malah menerapkan langkah-langkah untuk mengekang pertumbuhan kredit dan membuat lira lebih menarik bagi deposan dan perusahaan. Pada hari Kamis, regulator mengumumkan aturan lain yang bertujuan untuk mencegah pinjaman lira ke luar negeri melalui swap.