Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Resesi AS Bakal Berdampak ke Kinerja Ekspor dan Investasi RI, Ini Pejelasan Ekonom

Resesi yang terjadi di AS berpotensi mendorong penurunan ekspor Indonesia serta arus investasi dari AS.
Suasana Terminal 3 Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (12/1/2021). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Suasana Terminal 3 Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (12/1/2021). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Bisnis.com, JAKARTA — Potensi risiko resesi Amerika Serikat (AS) yang meningkat dinilai akan menghambat kinerja ekspor dan investasi di dalam negeri.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan bahwa potensi terjadinya resesi AS terbuka, sejalan dengan kebijakan pengetatan moneter the Fed yang cukup agresif dalam rangka menahan laju inflasi.

Pada pertemuan FOMC terakhir pun, the Fed memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS akan lebih lambat dari perkiraan sebelumnya, sementara inflasi diperkirakan meningkat lebih tinggi.

Josua mengatakan, inflasi yang tinggi diikuti oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi tersebut berpotensi mendorong AS ke kondisi stagflasi, yang kemudian berdampak pada daya beli masyarakat di negara itu.

Resesi yang terjadi di AS berpotensi mendorong penurunan ekspor Indonesia serta arus investasi dari AS,” katanya kepada Bisnis, Selasa (21/6/2022).

Menurut Josua, sektor yang akan terdampak signifikan yaitu sektor tekstil yang berorientasi ekspor. Pasalnya, sebagian besar ekspor tekstil Indonesia ditujukan kepada AS.

“Sehingga bila terjadi gangguan permintaan di AS, maka industri ini akan cenderung berdampak paling signifikan pada perekonomian Indonesia,” jelasnya.

Di samping itu, di sisi sektor keuangan, Josua mengatakan resesi yang berpotensi terjadi di AS akan mendorong arus aliran modal keluar dari pasar keuangan domestik, baik dari pasar saham maupun pasar obligasi. Kondisi ini akan mendorong kenaikan tingkat imbal hasil surat utang negara.

Meski demikian, Josua menilai BI akan mengoptimalkan kebijakan stabilisasi rupiah melalui triple intervention yang juga turut mendukung stabilitas di pasar SBN.

“BI juga akan mempertimbangkan normalisasi suku bunga acuannya dalam rangka menjangkar ekspektasi inflasi dan mendorong stabilitas rupiah,” katanya.

Di samping itu, menurut Josua, pengelolaan kebijakan fiskal yang prudent dengan mendorong defisit fiskal maksimal ke level 3 persen dari PDB pada 2023 akan mendukung confidence pelaku pasar, terutama investor asing bahwa konsolidasi fiskal akan mendukung keberlanjutan utang dan fiskal yang pada akhirnya akan memberikan dukungan pada pasar SBN.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper