Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ditjen Pajak Kaji Soal Belanja Online Kena Bea Meterai

Ditjen Pajak Kemenkeu masih mengkaji soal rencana penerapan belanja online kena bea meterai.
Ilustrasi belanja online lewat e-commerce/Freepik.com
Ilustrasi belanja online lewat e-commerce/Freepik.com

Bisnis.com, JAKARTA - Ditjen Pajak (DJP) Kementerian Keuangan ternyata masih mengkaji dan mempersiapan kebijakan belanja online kena bea meterai.

Kasubdit PPN Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya DJP Bonarsius Sipayung mengatakan saat ini kebijakan e-meterai sudah diberlakukan sektor keuangan dan perbankan. Bonarsius menambahkan kebijakan e-materai ini akan berbeda di sektor keuangan dan pada e-commerce.

"Saat ini DJP masih sih dalam konteks mempersiapkan. Kita akan melihat secara menyeluruh," ujar Bonarsius dalam diskusi online, Kamis (16/7/2022).

Bonarsius pun menjelaskan ketika kebijakan terkait bea meterai dikenakan pada T&C berlaku, yang akan dipakai merupakan sistem click -wrap agreement. Click-wrap agreement adalah dokumen perjanjian yang memerlukan tindakan afirmatif atau persetujuan dari pengguna platform dengan menekan tombol I Agree, I Accept, dan Submit.

Bonarsius menegaskan bea meterai ini tidak akan dikenakan sistem browse-wrap agreement yaitu T&C yang tak memerlukan tindakan afirmatif dari pengguna platform.

Adapun, mayoritas T&C pada e-commerce adalah browse-wrap agreement. Namun DJP menilai ketika kebijakan ini terealisasikan hanya beberapa pengguna platform yang akan merasa terbebani dengan kebijakan bea meterai ini.

Dia juga memberikan tanggapan terkait rekomendasi UI TAX Center. Pertama, UI menyarankan pembatasan cakupan T&C yang dijadikan objek bea meterai minimal Rp5juta.

DJP membalas dengan mengatakan dokumen yang merupakan objek Bea meterai yang memiliki nilai threshold hanya dokumen yang menyatakan jumlah uang dan T&C dalam bea meterai apabila memenuhi syarat sebagai perjanjian dan tidak semua perjanjian menyatakan jumlah uang.

Kedua, UI Tax Center menyarankan pemerintah juga dapat menunda saat terutangnya bea meterai yaitu saat diajukan sebagai bukti di pengadilan.

DJP menjawab dokumen yang bea meterai yang terutang pada saat akan digunakan sebagai alat bukti di pengadilan adalah Dokumen yang secara nature tidak termasuk ke dalam jenis Dokumen perdata yang disebutkan dalam Pasal 3 ayat (2) UU bea meterai tetapi digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.

Penundaan saat terutang menjadi saat akan digunakan sebagai alat bukti di pengadilan hanya akan menjadi distorsi dan mengakibatkan ketidakpastian hukum dalam pengaturan saat terutang.

"Sebagai alternatif untuk meminimalisasi barriers to entry dapat ditetapkan saat lain terutang bea materai yaitu pada saat pengguna memanfaatkan/menggunakan aplikasi untuk bertransaksi yang juga mempermudah penagihan/pembayaran bea materai" ujar Bonarsius.

Ketiga, UI Tax Center menyarankan pemerintah dapat mengenakan bea meterai dengan tarif lebih rendah, yaitu Rp0. DJP memberikan tanggapan dengan pasal 6 ayat (3) dan pasal 6 ayat (4) terkait bea meterai.

Artinya, perlu adanya dukungan dari Bank Sentral selaku pengendali kebijakan moneter atau dari JK selaku pengendali kebijakan sektor keuangan untuk kemudian dikonsultasikan dengan DPR dan ditetapkan dalam suatu Peraturan Pemerintah.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Khadijah Shahnaz
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper