Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PMK Mewabah, DPR Tuding Biang Keladi Akibat Impor Ternak Sembarangan

Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS menuding mewabahnya virus PMK lantaran derasnya importasi hewan ternak yang berasal dari negara belum bebas virus tersebut. Apalagi, Indonesia sebelumnya dinyatakan bebas PMK sejak beberapa dekade lalu.
Dokter hewan dari Pusat Veteriner Farma (Putvetma) Surabaya menyuntikkan vaksin penyakit mulut dan kuku (PMK) untuk sapi di kandang kawasan Taman, Sepanjang, Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (14/6/2022). ANTARA FOTO/Umarul Faruq
Dokter hewan dari Pusat Veteriner Farma (Putvetma) Surabaya menyuntikkan vaksin penyakit mulut dan kuku (PMK) untuk sapi di kandang kawasan Taman, Sepanjang, Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa (14/6/2022). ANTARA FOTO/Umarul Faruq

Bisnis.com, JAKARTA-Anggota Komisi IV DPR RI Slamet menduga penyebaran Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) lantaran ada segelintir oligarki yang bermain di belakang importasi hewan dan produk peternakan dari negara yang belum bebas PMK.

Akibatnya, kata dia, Indonesia yang sebelumnya telah bebas PMK sejak tahun 1990, namun setelah 32 tahun penyakit yang menyerang hewan berkuku belah ini kembali ditemukan.

Demikian disampaikan Slamet dalam Rapat Paripurna ke-25 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2021-2022 yang digelar di Ruang Rapat Paripurna, Gedung Nusantara II DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (14/6/2022).

“Penyakit ini kembali ditemukan akibat tercoreng segelintir oligarki yang bermain di belakang importasi hewan dan produk peternakan. Maka, saya meminta pemerintah bergerak cepat menghentikan penyebaran PMK melalui pengendalian importasi hewan dan produk ternak,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (14/6/2022).

Dia pun mendesak agar pemerintah pusat segera mengusut tuntas dibalik persoalan mewabahnya PMK di Indonesia.

Politisi Fraksi PKS ini menegaskan masuknya wabah penyakit PMK jika tidak segera ditangani maka akan memberikan dampak domino yang sangat besar, khususnya bagi peternakan rakyat yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Slamet mengungkapkan, carut marut tata kelola peternakan nasional sebenarnya hanyalah ekses dari buruknya pengelolaan sektor pangan dalam negeri. Tumpang tindih kewenangan dan sulitnya melakukan koordinasi antar kementerian dan lembaga disebutnya seolah menjadi hal lumrah yang sering dijumpai di Indonesia.

Bahkan, sambung Slamet, Undang-Undang Cipta Kerja yang dianggap pemerintah sebagai jalan keluar bagi kekuatan nasional justru menunjukkan kelemahannya dengan semakin terbukanya mekanisme importasi hewan dan produk ternak Indonesia.

Oleh karena itu, Slamet meminta pemerintah melalui Kementerian Keuangan segera melakukan alokasi darurat bagi penanganan wabah PMK melalui pencairan dana milik Kementerian Pertanian sekitar Rp1,4 Triliun rupiah. Menurutnya, jangan sampai PMK terbaikan penangannya di tengah pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru.

Dia menuturkan, anggaran pembangunan IKN mencapai Rp466 Triliun yang sekitar 20 persen biayanya bersumber dari APBN. Bahkan, Kementerian Keuangan telah menganggarkan Rp23 Triliun untuk IKN pada tahun 2023.

“Ini artinya dengan porsi anggaran seperti ini maka tidak ada alasan bagi Pemerintah untuk mengatakan tidak punya anggaran untuk penanganan PMK. Sekali lagi saya sampaikan bahwa tidak ada alasan bagi Pemerintah untuk mengatakan tidak punya anggaran untuk penanganan PMK yang hanya membutuhkan kurang lebih sekitar Rp4,2 Triliun,” pungkas Legislator Dapil Jabar IV ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Indra Gunawan
Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper