Bisnis.com, JAKARTA — Angka ketenagakerjaan dan kenaikan upah yang kuat menjadi sinyal positif bagi perekonomian Amerika Serikat. Kendati demikian, ekonom dan pemimpin dunia usaha masih meyakini AS tidak akan bisa menghindari resesi.
Kementerian Ketenagakerjaan Amerika Serikat menyebutkan terdapat kenaikan 390.000 orang pada Mei dari kalangan nonfarm payroll, yakni yang tidak termasuk sektor pertanian, pemerintahan, rumah tangga, dan lembaga nonprofit. Tingkat pengangguran mencapai 3,6 persen, tepat di atas level terendah sejak Desember 1969.
Angka tersebut lebih baik dari survei Bloomberg yang mencapai 318.000 tambahan tenaga kerja, meski tingkat pengangguran diperkirakan turun menjadi 3,5 persen.
Capaian tersebut memberikan sinyal jaminan yang lebih besar bahwa perekonomian bisa berjalan lebih baik setelah kenaikan upah moderat setelah melaju lebih cepat sepanjang 2021.
Kendati demikian, sejumlah ekonom masih khawatir dengan kemunculan resesi seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang melambat. Apalagi, Federal Reserve atau The Fed akan melanjutkan kenaikan suku bunga pada tahun depan dan inflasi masih belum mereda.
Perusahaan teknologi yang sempat mendulang kemakmuran sepanjang pandemi mulai mengubah strategi perusahaan hingga memangkas karyawan.
Baca Juga
Aplikasi media sosial Snap Inc., pada 23 Mei memangkas target penjualan dan laba, ditambah akan memperlambat perekrutan. Hari berikutnya, Lyft Inc. mengatakan akan merekrut lebih sedikit orang dan akan melakukan pemangkasan biaya lainnya.
Beberapa hari kemudian, Microsoft Corp. mengerem perekrutan di beberapa divisi utama, dan Instacart Inc. mengatakan akan membatalkan rencana perekrutan untuk memangkas biaya menjelang rencana penawaran umum perdana.
Salah satu yang paling mengejutkan, Chief Executive Officer Tesla Inc., Elon Musk sempat mengatakan akan memangkas jumlah karyawan yang digaji hingga 10 persen, meski mengubah pernyataannya menjadi jumlah karyawan yang digaji akan tetap datar meskipun total karyawan akan bertambah.
Musk mengatakan kepada sejumlah jajaran eksekutif perusahaan bahwa dia akan memangkas jumlah karyawan Tesla secara luas karena pesimistis terhadap ekonomi AS.
“Mereka tidak lagi bertaruh dengan kepastian. Mereka tidak yakin dengan pertaruhan ini karena ada sejumlah hal mendasar yang bertentangan dengan mereka,” kata analis teknologi D.A. Davidson Tom Forte, dilansir Bloomberg pada Minggu (5/6/2022).
Peritel seperti Walmart Inc., dan Target Corp., juga memangkas target pendapatan karena harus berjuang dengan lonjakan harga.
Hal itu membuat alarm Wall Street berdenting keras seiring dengan indeks komposit Nasdaq anjlok menuju tren bearish. Sementara itu, spread obligasi korporasi melebar mencerminkan meningkatnya risiko resesi.
Pasar perumahan terpukul akibat suku bunga melonjak setelah kenaikan The Fed yang ditandai dengan menurunnya penjualan rumah baru pada April, yang terendah setidaknya dalam 9 tahun terakhir.
CEO Citigroup Inc., Jane Fraser mengatakan Amerika akan sulit menghindari resesi, meskipun kejatuhan ekonomi yang parah bukan bagian dari skenario.
"Eropa sudah pasti lebih mungkin mendekati resesi daripada di AS. [Namun, meski di AS, resesi] tidak mudah dihindari," ujar Fraser.