Bisnis.com, JAKARTA —Indonesia kembali mencatatkan surplus neraca perdagangan pada April 2022, yakni sebesar US$7,56 miliar. Bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya, surplus neraca perdagangan pada April naik 66,9 persen.
Secara kumulatif Januari–April 2022, surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai US$16,89 miliar. “Tren surplus ini kita melihat adalah kinerja terbaik sejak 2017 sampai dengan yang sekarang," kata Kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers secara virtual, Selasa (17/4/2022).
Surplus neraca perdagangan tersebut diperoleh dari nilai ekspor yang lebih tinggi dibandingkan peningkatan nilai impor pada periode tersebut. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor pada April 2022 mencapai US$27,32 miliar, sementara nilai impor tercatat mencapai US$19,76 miliar.
Surplus terbesar berasal dari lemak minyak hewan/nabati danbahan bakar mineral. Negara penyumbang surplus terbesar adalah Amerika Serika, India, dan Filipina.
Dari sisi ekspor, BPS mencatat ekspor Maret 2022 tumbuh 47,76 persen secara tahunan (yoy) dan 3,11 persen secara bulanan (mtm).
Kontributor terbesar pertumbuhan adalah ekspor migas yang naik 48,93 persen yoy. Kemudian diikuti oleh pertanian, kehutanan, dan perikanan naik 15,89 persen yoy, industri pengolahan tumbuh 27,92 persen yoy, serta pertambangan dan lainnya 182,48 persen yoy.
Sementara itu struktur ekspor menurut sektor, ekspor nonmigas pada April 2022 menyumbang 94,75 persen dan sisanya atau 5,25 persen adalah migas. Bila dirinci, industri berkontribusi 69,86 persen, tambang 23,45 persen, dan pertanian 1,44 persen.
Adapun berdasarkan negara tujuan, pangsa pasar ekspor April 2022 adalah China, Amerika Serikat, dan Jepang. BPS mencatat China banyak memasok bahan bakar mineral dari Indonesia pada bulan tersebut.
Pada periode yang sama impor Indonesia tercatat tumbuh 21,97 persen yoy dan turun 10,01 persen mtm. Impor non-migas menurun secara bulanan karena mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya merosot 17,68 persen. Selain itu besi dan baja menurun 18,23 persen mtm.
"Namun demikian kalau dibandingkan dengan tahun lalu,semua impor masih menunjukan peningkatan," kata Margo.
Berdasarkan penggunaan barang, penurunan terbesar secara bulanan disumbangkan oleh barang modal, yakni 19,34 persen. Kemudian diikuti oleh bahan baku/penolong 8,68 persen dan konsumsi -6,4 persen.
Adapun, negara pengimpor terbesar masih diduduki oleh China di urutan pertama. Selanjutnya diikuti oleh Jepang dan Korea Selatan.