Bisnis.com, JAKARTA - Para petani sawit yang tergabung dalam Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) menggelar aksi demonstrasi menolak kebijakan larangan ekspor minyak goreng dan CPO di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekononomian, di Jakarta pada hari ini, Selasa (17/5/2022).
Aksi demo tolak larangan ekspor CPO ini dilakukan lebih dari 250 peserta yang digelar serentak di 22 provinsi petani sawit dari seluruh Indonesia.
Berdasarkan pantauan Bisnis di lapangan, Apkasindo memulai aksinya dari Lapangan Banteng dan berjalan ke Kantor Kementerian Koordinator bidang Perkonomian, Jakarta.
Ketua Umum Apkasindo Gulat Manurung telah diterima oleh pihak Kemenko dan menyampaikan masukannya. Namun, dirinya belum dapat bertemu dengan Menko Ekon Airlangga Hartarto yang sedang rapat bersama Presiden RI Jokowi
Saat ini rombongan aksi keprihatinan sedang menuju monas untuk melanjutkan aksinya dan setelah itu perwakilan apkasindo akan menuju Istana Presiden untuk menyampaikan masukan dan aspirasi
“Alhamdulillah kami sudah diterima, masukan kami sudah disampaikan ke pada Kemenko dan akan disampaikan ke Pak Airlangga yang sedang rapat bersama Pak Jokowi,” ujar Ketum Apkasindo Gulat Manurung sesaat setelah keluar dari gedung Kemenko Perekonomian, Selasa (17/5/2022).
Diberitakan sebelumnya, Apkasindo menggelar aksi demontrasi terkait larangan ekspor minyak goreng dan CPO di Istana Negara, Jakarta pada hari ini, Selasa (17/5/2022).
Dalam aksi yang digelar hari ini, para petani sawit membawa 5 tuntutan kepada Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Tuntutan pertama adalah, Apkasindo meminta Presiden Jokowi untuk melindungi 16 juta petani sawit yang terdampak penurunan harga tandan buah segar (TBS) sawit sebesar 70 persen di 22 provinsi produsen sawit.
Gulat mengatakan, larangan ekspor minyak goreng dan CPO telah berdampak langsung kepada anjloknya harga TBS kelapa sawit di seluruh Indonesia, terkhusus sentra perkebunan kelapa sawit. Oleh karena itu, Apkasindo mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang larangan ekspor sawit dan minyak goreng.
Kami meminta Presiden untuk meninjau ulang kebijakan larangan ekspor sawit dan produk minyak goreng sawit (MGS) serta bahan bakunya karena dampaknya langsung ke harga TBS sawit," kata Gulat dalam keterangannya, Senin (15/5/2022).
Gulat mengatakan saat ini dari 1.118 pabrik sawit se-Indonesia paling tidak 25 persen telah menghentikan pembelian TBS sawit petani. Ini terjadi setelah harga TBS petani sudah anjlok 40-70 persen dari harga penetapan Disbun dan ini terjadi secara merata sejak larangan ekspor 28 April lalu.
"Kami berpacu dengan waktu karena sudah rugi 11,7 triliun rupiah sampai akhir April lalu, termasuk hilangnya potensi pendapatan negara melalui Bea Keluar, terkhusus Pungutan Ekspor dimana sejak Februari sampai April sudah hilang Rp3,5 Triliun per bulannya," katanya.
Menurutnya, semua permasalahan ini terjadi sejak adanya gangguan pasokan Minyak Goreng Sawit (MGS) domestik dan harga MGS curah yang tergolong mahal, padahal sudah disubsidi. Sehingga Presiden Jokowi mengambil kebijakan melarang ekspor CPO dan Bahan Baku MGS.
Oleh karena itu, Apkasindo juga meminta Presiden tidak hanya mensubsidi MGS curah, tapi juga MGS Kemasan Sederhana (MGS Gotong Royong). Untuk menjaga jangan sampai gagal, pihaknya meminta memperkokoh jaringan distribusi minyak goreng sawit terkhusus yang bersubsidi dengan melibatkan aparat TNI-Polri.
"Kami yakin pasti klir kalau TNI-POLRI sudah dilibatkan. Contohnya saja program vaksin sukses dan cegah karhutla (kebakaran hutan dan lahan), hasilnya asap langsung hilang sejak 2015 sampai sekarang," ujarnya.
Apkasindo juga meminta pemerintah segera membuat regulasi yang mempertegas PKS dan Pabrik MGS harus 30 persen dikelola oleh Koperasi untuk kebutuhan domestik dan ekspor diurus oleh perusahaan besar, sehingga kejadian kelangkaan MGS tidak bersifat musiman atau terus terulang.
Selain itu, lanjut Gulat, pihaknya meminta Presiden Jokowi untuk memerintahkan Menteri Pertanian supaya merevisi Permentan No. 01/2018 tentang Tataniaga TBS (Penetapan Harga TBS), karena harga TBS yang diatur di Permentan 01 tersebut hanya ditujukan kepada petani yang bermitra dengan perusahaan. Padahal, tambahnya, petani bermitra dengan perusahaan hanya 7 persen dari total luas perkebunan sawit rakyat (6,72 juta ha) sedangkan yang 93 persen yakni petani swadaya terabaikan haknya dalam harga TBS Disbun.