Bisnis.com, JAKARTA – Kebijakan moratorium ekspor minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) dinilai tepat untuk mengatasi kelangkaan sekaligus menstabilkan harga minyak goreng yang melambung tinggi dalam lima sampai enam bulan ke belakang.
Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik Fakultas Hukum Universitas Indonesia Kris Wijoyo Soepandji menguraikan kelangkaan minyak goreng domestik sejatinya memang dipicu oleh kenaikan harga-harga komoditas termasuk CPO dalam pasar global sebagai ekses konflik Ukraina-Rusia.
Sebagai pemasok utama CPO global, para produsen di Indonesia melihat ini sebagai menambah jumlah ekspor. Tetapi disayangkan, sejumlah produsen justru memanfaatkan momentum ini dengan sengaja melanggar kewajiban pasokan domestiknya atau domestic market obligation (DMO).
Alih-alih memenuhi kewajikan pasokan CPO domestik, sebagai bahan baku utama minyak goreng, sejumlah produsen tersebut malah menggenjot ekspor CPO melebihi kuota yang ditetapkan. Ini menjadi biang keladi kelangkaan sekaligus yang mengerek harga minyak goreng dalam negeri.
Sebagai catatan, Kejaksaan Agung telah menetapkan adanya dugaan suap atas izin ekspor CPO tersebut, empat tersangka telah ditetapkan: Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan IWW, Manager Corporate Affair Permata Hijau Group SMA, Komisaris Wilmar Nabati Indonesia MPT, dan General Manager Musim Mas PTS.
Di tengah situasi kelangkaan dan melambungnya harga minyak goreng, langkah pemerintah melarang ekspor CPO dan produk turunannya dinilai Kris menjadi aksi intervensi agar pasar minyak goreng domestik stabil dengan memprioritaskan pasokan CPO di dalam negeri, mengukuhkan kehadiran pemerintah untuk kepentingan rakyat banyak.
“Langkah yang diambil pemerintah sudah tepat karena hal ini merupakan bagian dari intervensi kebijakan terhadap pasar yang situasinya dapat menimbulkan ketidakstabilan dalam negeri. Dengan mengusahakan agar CPO dan produk turunannya seperti minyak goreng tetap terjangkau, diharapkan stabilitas dalam negeri dapat terjaga, apalagi Indonesia masih mengalami perbaikan ekonomi akibat pandemi,” ujar Kris dalam keterangan tertulis, Senin (16/5/2022).
Di sisi lain, Kris juga menyebut langkah ini membuktikan bahwa pemerintah memiliki keberpihakan sekaligus prioritas yang tinggi terhadap kepentingan masyarakatnya di tengah dinamika global.
Secara terpisah, Ketua Komisi VI DPR RI Faisol Riza juga sepakat pemberlakuan kebijakan moratorium ekspor CPO dan produk turunannya sudah tepat, dan menjadi bukti pemerintah memiliki kedaulatan dalam mengambil kebijakan.
“Kami mendukung kebijakan tersebut, karena untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng nasional. Kebijakan ini juga sudah sesuai dengan usulan kami di Komisi VI kepada Kementerian Perdagangan sebelumnya. Secara kebijakan sudah tepat,” ungkap Faisol, Minggu (16/5/2022).
Di sisi lain, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) akan menggelar aksi demo dalam rangka menentang pelarangan ekspor crude palm oil (CPO) berdampak pada anjloknya harga tandan buah segar (TBS) yang turut menekan perekonomian para petani sawit.
Aksi itu akan digelar Selasa (17/5/2022) di dua titik, yakni depan kantor Airlangga Hartarto atau Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan depan Patung Kuda Monas, Jakart Pusat.
“Kami meminta supaya Pak Jokowi meninjau larangan ekspor, karena faktanya telah mengakibatkan harga TBS anjlok dan petani sawit menjadi korbannya. Itu tuntutan yang utama,” ujar Ketua Apkasindo Gulat Manurung, Minggu (16/5/2022).