Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bank Sentral Turki Bakal Kerek Proyeksi Inflasi

Ketika bank sentral di dunia mulai menaikkan suku bunga untuk melawan inflasi dan dampak invasi Rusia, Turki justru mengambil arah yang berbeda.
Uang lira Turki./Reuters-Murad Sezer
Uang lira Turki./Reuters-Murad Sezer

Bisnis.com, JAKARTA — Inflasi di Turki diprediksi bakal naik seiring dengan harga konsumen yang sudah melonjak hampir tiga kali lipat dari perkiraan awal. Pada saat yang sama, bank sentral mempertahankan kebijakan suku bunga murah.

Dilansir Bloomberg pada Kamis (28/4/2022), proyeksi yang baru kemungkinan akan memberikan petunjuk bagi investor pada peta jalan bank sentral. Namun, publikasi data tidak akan terlalu diekspos seiring dengan tujuan politik Presiden Recep Tayyip Erdogan.

Gubernur Bank Sentral Republik Turki (CBRT) Sahap Kavcioglu akan menjelaskan skenario bank sentral untuk kebijakan harga pada 2022 hingga 2 tahun ke depan pada Mei.

Ketika bank sentral di dunia mulai menaikkan suku bunga untuk melawan inflasi dan dampak invasi Rusia, Turki justru mengambil arah yang berbeda.

CBRT telah menahan suku bunga dalam empat pertemuan bulanan pada tahun ini setelah penurunan agresif pada akhir 2021 yang telah memukul lira dan memanaskan inflasi ke level tertinggi sekak 20 tahun terakhir.

Namun, Turki telah memperkenalkan rangkaian kebijakan yang tidak biasa untuk menyelamatkan lira dan meningkatkan cadangan bank sentral.

Lira melemah hanya sekitar 0,7 persen dibandingkan dengan dolar sejak kenaikan suku bunga Federal Reserve pada Maret. Sayangnya, strategi bank sentral tidak cukup ampuh untuk meredam inflasi tahunan yang saat ini melampaui 60 persen.

"Tidak masuk akal untuk mengandalkan efek basis ketika CPI [indeks harga konsumen] utama tetap tinggi untuk waktu yang lama pada saat kita tidak melihat ekspektasi inflasi yang kuat," kata Emre Akcakmak, konsultan senior untuk East Capital International di Dubai.

Pada laporan Januari, bank sentral memprediksi bahwa kenaikan harga konsumen akan berakhir pada 2022 di level 23,2 persen dan menjadi 8,2 persen pada 2023. Prediksi ini dibuat sebelum invasi Rusia ke Ukraina.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nindya Aldila
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper