Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indonesia Cetak Surplus Perdagangan 23 Kali, Apindo Sebut Pentingnya Hilirisasi

Apindo menilai pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah untuk terus membangun industri hilirisasi untuk mengurangi ketergantungan impor terhadap bahan baku.
Layar menampilkan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani memberikan pemaparan dalam acara Bisnis Indonesia Business Challenges 2021 di Jakarta, Selasa (26/1/2021). Bisnis/Himawan L Nugraha
Layar menampilkan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani memberikan pemaparan dalam acara Bisnis Indonesia Business Challenges 2021 di Jakarta, Selasa (26/1/2021). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan pemerintah tidak boleh terlena atas pencapaian surplus neraca perdagangan selama 23 bulan berturut-turut.

Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah untuk terus membangun industri hilirisasi untuk mengurangi ketergantungan impor terhadap bahan baku.

“Ini tidak mengejutkan ya [kenaikan ekspor nonmigas]. Paling terbesarnya paling CPO/crude palm oil, batu bara, nikel, memang suatu hal yang bisa diprediksi. Namun, sektor non komoditinya justru tidak signifikan naiknya,” ujarnya saat dihubungi Bisnis lewat telepon, Senin (18/4/2022).

Menurutnya, moncernya kinerja ekspor didukung situasi konflik Rusia-Ukraina. Tetapi, hal ini tidak akan memperbaiki kinerja ekspor Indonesia ke depan. Karena itu, Hariyadi mengatakan kebijakan pemerintah harus mendukung pengusaha Indonesia untuk menciptakan produk-produk yang bernilai jual tinggi untuk diekspor.

“Ke depannya memang harus ditargetkan juga, harus bagus kinerja ekspor. Produk-produk yang nilai tambahnya ditingkatkan akan bagus untuk ekspor, jadi tidak hanya mengandalkan komoditi saja. Kemarin juga masih banyak yang setengah jadi kayak CPO,” jelasnya.

Apalagi, ujar dia, bahan baku industri dalam negeri saat ini sedang juga mengalami kenaikan. Hal itu, menurutnya tidak bisa dihindari lantaran Indonesia sangat tergantung bahan baku impor.

“Karena impor bahan bakunya juga besar. Bahan baku pupuk impor semua. Gandum impor semua, kedelai impor. Daging sapi juga impor semua. Jika impor semua, nilai tambahnya jadi kecil non komoditi ini,” ujarnya.

Untuk itu, dia menilai Indonesia harus mengambil peluang untuk mengamankan suplai bahan baku suplai kita. Contohnya daging sapi, Indonesia selalu lebih banyak impor. Padahal ia menyebutkan Indonesia mampu untuk mengembangkan industri peternakan.

"Dilihatnya jangan sulitnya melulu. Kebijakan pemerintah bisa gak mendukung kemandirian pangan, kemandirian energi. Itu pokoknya jika ingin menjadi negara yang mempunyai kemandirian yang tinggi,” jelasnya.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor Indonesia pada Maret 2022 mencaai US$26,50 miliar. Capaian ekspor ini merupakan yang terbesar sepanjang sejarah.

Kepala BPS Margo Yuwono menyebut nilai ekspor itu meningkat sebesar 29,42 persen secara bulanan (month to month/mtm) dan 44,36 persen secara tahunan (year on year/yoy).

"Ekspor bulan Maret ini tertinggi sepanjang sejarah Indonesia," kata Margo dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (18/4/2022).

Margo menjelaskan ekspor nonmigas juga tumbuh 43,82 persen (yoy), sedangkan ekspor migas meningkat 54,75 persen (yoy). Komoditas penyumbang ekspor pada  Maret adalah bahan bakar mineral, besi dan baja, hingga hasil minyak. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper