Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak dunia kembali terjungkal. Pada Kamis (31/3/2022), harga minyak jenis Brent berada di level US$109/barel, jatuh 3,92 persen dari hari sebelumnya.
Sementara minyak jenis light sweet (WTI) turun harga 4.62 persen menjadi di level US$102,84/barel.
Harga Brent dan WTI masih mencatatkan koreksi 7,92 persen dan 6,45 persen secara mingguan. Para investor dapat menganggap harga minyak dunia sudah murah, sehingga memicu aksi borong yang menyebabkan kenaikan harga.
Terjungkalnya harga minyak di pasar global disebabkan oleh langkah terbaru Amerika Serikat dalam merespon konflik Rusia dan Ukraina. Amerika Serikat tengah mempertimbangkan untuk menambah pasokan kurang lebih 1 juta barel minyak per hari selama beberapa bulan ke depan.
Amerika Serikat dapat melepaskan 180 juta barel minyak dari cadangan nasionalnya, untuk menstabilkan pasar akibat absennya minyak dari Rusia, yang sebelumnya dijatuhkan sanksi embargo minyak oleh AS dan sekutunya, setelah menginvasi Ukraina. Sanksi tersebut telah menyebabkan invasi dan volatilitas harga minyak.
Penasihat Keamanan Nasional Amerika, Serikat, Jake Sullivan menyatakan bahwa Joe Biden telah membicarakan soal pelepasan cadangan minyak dengan anggota G7.
"Biden telah membahas soal pasokan minyak dan strategi untuk melepas minyak dari cadangan nasional pada pertemuan dengan Uni Eropa pekan lalu. Isu ini menjadi topik utama pada perbincangan antar negara-negara G7," ujar Sullivan, dikutip dari Bloomberg, Kamis (31/03/2022).
Harga minyak juga terjungkal akibat merebaknya pandemi Covid-19 di China yang menyebabkan lockdown, termasuk penutupan bertahap pusat bisnis dan keuangan, Shanghai.
Berdasarkan data dari analis ANZ, Shanghai menyumbang sekitar 4 persen dari total konsumsi minyak di Negeri Panda. Sementara Rystad Energy memperkirakan konsumsi minyak di China bisa berkurang 200.000 barel/hari akibat pandemi Covid-19.