Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak mentah di pasar internasional pun menjulang tinggi, pernah menyentuh US$120 per barel. Sebelumnya, Kementerian ESDM memprediksi harga minyak bisa mencapai US$130 per barel jika perang tak kunjung selesai.
Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, meminta masyarakat memaklumi jika nantinya pemerintah memutuskan untuk menaikkan harga BBM jenis Pertamax. Hal ini disebabkan karena harga jualnya saat ini, yakni Rp 9.000 per liter, jauh di bawah keekonomiannya sebesar Rp 14.526 per liter.
Menurut Tulus, jika pemerintah tetap menahan harga Pertamax, hal ini akan berpengaruh pada meningkatnya kerugian Pertamina dan berdampak pada APBN, mengingat Indonesia masih mengimpor bahan bakar minyak. Oleh sebab itu, menurutnya, menaikkan harga BBM merupakan keputusan yang rasional.
“Ada beberapa justifikasi rasional mengapa menaikkan harga Pertamax feasible. Pertama, pemakai BBM jenis pertamax persentasenya kecil, hanya 12-13 persen. Dengan demikian, dampak kenaikan kecil potensinya pada inflasi. Lain halnya jika yang dinaikkan adalah BBM jenis pertalite, potensi memicu inflasinya cukup tinggi sebab tingkat pemakaiannya mencapai 76 persen,” papar Tulus kepada Bisnis, Rabu (30/03/2022).
Kedua, BBM jenis pertamax tidak digunakan oleh angkutan umum. Mayoritas pengguna BBM yang memiliki nilai oktan 92 adalah kendaraan bermotor pribadi roda empat, dan sebagian kecil roda dua.
Ketiga, harga BBM dengan nilai oktan 92 memiliki harga terendah di ASEAN. Tulus mencatatkan, harga BBM dengan oktan 92 di Singapura mencapai Rp30.800/liter, Thailand Rp20.300/liter, Filipina Rp18.900/liter, dan di Vietnam Rp19.000. Bahkan, di Laos harganya Rp18.000, Kamboja dan Myanmar harganya Rp16.600/liter.
Baca Juga
“Dikhawatirkan, jika harga di Indonesia sangat rendah, maka bisa memicu aksi penyelundupan ke negara-negara ASEAN dimaksud,” tegas Tulus.
Tulus menggarisbawahi, Pertamina selaku operator berhak untuk menaikkan harga, meskipun kewenangan keputusan tetap di tangan pemerintah.
“Seandainya harga Pertamax harus dinaikkan, walau ini sejatinya merupakan hak aksi korporasi Pertamina, tetapi sebaiknya yang memutuskan dan mengumumkan kenaikan nya adalah pemerintah misalnya Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan,” tandas Tulus.