Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Migas Melambung, Pertamina Sabar Dulu! Pemerintah Sibuk Jaga Daya Beli

Menkeu Sri Mulyani menyebut APBN dapat diandalkan menjadi shock absorber. Untuk meredam berbagai gejolak, APBN selalu menjadi instrumen utama yang diandalkan, termasuk melambungnya harga Migas.
Petugas SPBU di Kota Palembang mengisi BBM kendaraan saat libur Natal 2020. istimewa
Petugas SPBU di Kota Palembang mengisi BBM kendaraan saat libur Natal 2020. istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah memprioritaskan upaya pemulihan ekonomi dan daya beli masyarakat dibandingkan dengan menyesuaikan harga-harga produk energi di Tanah Air.

Hal tersebut tergambar dari pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (28/3/2022).

"APBN menjadi instrumen yang mengalami tekanan dari berbagai hal. Dari komoditas, cost of fund karena normalisasi kebijakan moneter, dan pada saat yang sama APBN tetap harus menjalankan tugas menjaga pemulihan ekonomi, menjaga kesehatan masyarakat, menyelamatkan daya beli masyarakat, dan juga APBN sendiri harus bisa disehatkan kembali," ujarnya.



Di hari yang sama, Rapat Dengar Pendapat Komisi VI DPR dengan PT Pertamina (Persero) menghadirkan fakta berbeda.

"Hari ini [harga] Pertamax belum mengikuti mekanisme pasar, jadi dukungan untuk Pertamax masih perlu. Jadi yang sudah kami naikkan [harganya] itu Pertamax Turbo, Dexlite, dan Pertadex yang secara volume hanya 2 persen dari total penjualan BBM Pertamina," kata Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati.

Nicke mengatakan Pertamax sudah digunakan masyarakat kalangan atas, sehingga sudah sewajarnya penyesuaian harga Pertamax dilakukan. Mengingat, porsi penjualan Pertamax adalah 20 persen dari total penjualan BBM retail Pertamina.

Pertamax bukanlah produk BBM subsidi, lalu timbul pertanyaan mengapa Pertamina tidak fleksibel menentukan harga ecerannya? Berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No. 62/2020, penetapan harga eceran BBM umum menggunakan mekanisme formula harga dasar.  

Adapun keekonomian BBM RON 92 berdasarkan formula harga dasar dalam perhitungan harga jual eceran jenis BBM Umum RON 92, bahwa batas atas harga jual untuk Maret 2022 sebesar Rp14.526 per liter.

Paparan Ditjen Migas Kementerian ESDM dalam RDP dengan Komisi VII DPR RI, Selasa 29 Maret 2022
Paparan Ditjen Migas Kementerian ESDM dalam RDP dengan Komisi VII DPR RI, Selasa 29 Maret 2022


Setelah menghitung harga eceran melalui formula harga dasar, Pertamina wajib melaporkan penetapannya kepada Kementerian ESDM dalam hal ini melalui Dirjen Migas.  

Kalau begitu, apakah pemerintah yang belum mengizinkan Pertamina menyesuaikan harga Pertamax?

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerjasama Agung Pribadi mengatakan dengan mempertimbangkan harga minyak Maret yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Februari, maka harga keekonomian atau batas atas BBM umum RON 92 April 2022 akan lebih tinggi. Bahkan, Agung menyebut bisa menyentuh Rp16.000 per liter atau hampir 2 kali lipat harga Pertamax.

"Jadi sebagaimana yang telah disampaikan oleh Menteri ESDM, saat ini kita masih mencermati harga minyak ini, karena kalau berkepanjangan memang bebannya berat juga baik ke APBN, Pertamina dan sektor lainnya," ujarnya dalam keterangan resmi Kementerian ESDM, 25 Maret 2022.

Kementerian ESDM memang telah menyinggung efek samping apabila harga BBM RON 92 tidak disesuaikan akan berdampak pada APBN maupun Pertamina.

Di tengah kajian yang dilakukan Kementerian ESDM, Menkeu Sri Mulyani menyebut APBN dapat diandalkan menjadi shock absorber. Berbagai gejolak, imbuhnya, akan terus terjadi dan APBN selalu menjadi instrumen utama yang diandalkan.

Menurutnya, APBN, ekonomi dan masyarakat perlu dijaga. Untuk menjaga geliat daya beli masyarakat, Sri Mulyani bahkan akan mengalihkan penyaluran bantuan sosial ke subsidi energi.

"Penyaluran pada 2021 didominasi targeted bansos, penyaluran by name by address. Sekarang karena lonjakan harga bahan bakar minyak [BBM] dan listrik, maka bansosnya menjadi bentuk subsidi," ujar Sri Mulyani.

Memang, dengan memanasnya harga Migas dunia, biaya produksi BBM dan listrik menjadi meningkat. Akan tetapi, pemerintah enggan mengubah harga jual kepada masyarakat.

Sri Mulyani menjelaskan bahwa konsumsi BBM, gas, dan listrik menunjukkan pemulihan ekonomi karena mencerminkan mobilitas dan konsumsi masyarakat.

Terkait tagihan kompensasi, Sri Mulyani mengakui utang pemerintah terhadap PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) akan semakin meningkat. Pada 2021, saja kewajiban kompensasi telah mencapai Rp109 triliun.

Dihubungi terpisah, Peneliti CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan pilihan pemerintah menjaga harga BBM semata-mata untuk mendorong geliat daya beli masyarakat.

Menurutnya, dari penjelasan Menkeu, pemerintah optimistis dapat menambal kompensasi ke badan usaha daripada mengorbankan daya beli masyarakat.

"Sekarang fokus utama mencapai target pertumbuhan ekonomi tahun ini. Apapun hal yang penting dan mendesak akan ditempuh," ujarnya saat dihubungi Bisnis.

Dia menambahkan, dari sisi hulu migas, penerimaan negara juga diperkirakan windfall, sehingga besaran kompensasi dapat ditutup dari surplus penerimaan hulu migas.

Di sisi lain, curhatan Dirut Pertamina saat RDP dengan Komisi VI ditanggapi positif oleh legislator.  Hal itu, tertuang dalam Kesimpulan RDP Komisi VI DPR RI dengan Dirut Pertamina.

"Komisi VI DPR RI mendukung penyesuaian harga bahan bakar minyak non subsidi yang mengikuti harga keekonomian minyak dunia untuk menjamin kesehatan keuangan Pertamina dalam menjalankan penugasan pemerintah," tulis kesimpulan poin ketiga.
 
Di tengah bisnis hilir Pertamina yang tertekan akibat tidak adanya penyesuaian harga sesuai pasar, perseroan juga sebenarnya berpeluang mendapatkan pundi-pundi di sektor hulu.

Saat ini, Pertamina menjadi pemasok utama negara di sektor hulu migas. Tidak hanya potensi peningkatan pendapatan, tetapi juga meningkatnya kontribusi Pertamina kepada pemerintah.

Hal tersebut pun diamini oleh Menkeu Sri Mulyani saat kunjungan kerja ke Blok Rokan. “Penurunan produksi juga menjadi perhatian dari Kementerian Keuangan, sehingga Kementerian Keuangan berharap banyak dapat meningkatkan produksi,” katanya melalui keterangan resmi, Minggu (27/3/2022).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Kahfi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper