Bisnis.com, JAKARTA — Industri hulu tekstil berencana untuk meningkatkan volume impor benang Partially Oriented Yarn (POY) seiring dengan peningkatan kapasitas produksi Polyester Drawn Textured Yarn (DTY) sekitar 50.000 ton pada kuartal I/2022.
Penambahan kuota impor bahan baku polyester itu juga disebabkan karena terbatasnya pasokan bahan baku utama purified terephthalic acid (PTA) domestik pada awal tahun ini.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan penambahan kapasitas produksi DTY itu belakangan turut menaikkan kuota impor benang POY tersebut setelah lebaran tahun ini.
“Kalau potensi kenaikan impor ada hanya di POY bahan baku DTY karena memang ada investasi DTY yang cukup besar sehingga pasokan dalam negerinya shortage. Tapi juga ini baru potensi, karena dengan fluktuasi harga minyak bumi, para produsen kain juga masih wait and see kondisi setelah lebaran,” kata Redma melalui pesan WhatsApp, Senin (28/3/2022).
Di sisi lain, Redma menerangkan penambahan kuota impor POY itu juga dilakukan lantaran masih minimnya investasi hulu yang dilakukan pada produk bahan baku tersebut. Alasannya, produksi POY relatif memerlukan listrik yang stabil untuk menjaga daya saing produk tersebut tetap kompetitif.
“Masuknya POY itu karena belum banyak orang yang menambah investasi di POY karena memang dia perlu stabilitas listrik sementara kita listriknya tidak stabil,” tuturnya.
Baca Juga
Ihwal PTA, dia mengataka, saat ini pasokan dari dalam negeri relatif terbatas karena terganggunya kinerja PT Mitsubishi Chemical yang sempat kebakaran pada pertengahan Februari 2022. Sementara itu perusahaan produsen TPA di Indonesia hanya tersisa dua yakni PT Mitsubishi Chemical yang memproduksi PTA dan polyethylene terephthalate (PET) dan Toray Group.
“Untuk PTA saat ini memang terganggu dan posisinya menjadi shortage sehingga impor PTA menjadi pilihan terakhir yang mungkin akan diambil. Asosiasi juga masih meminta pemerintah untuk mengaktifkan kembali pabrik PTA di Asia Pacific Fiber untuk bisa beroperasi kembali, karena sudah lebih dari 15 tahun tidak ada investasi di PTA, MEG dan PX sebagai bahan baku Polyester,” kata dia.
Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) tengah gencar melakukan impor sejumlah produk benang seperti Polyester Drawn Textured Yarn (DTY), Partially Oriented Yarn (POY), dan Spin Drawn Yarn (SDY) akibat peningkatan harga minyak dunia awal tahun ini.
Direktur Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Elis Masitoh mengatakan impor produk benang itu dilakukan lantaran adanya peningkatan permintaan dari sektor hilir menjelang lebaran. Di sisi lain, reli kenaikan harga minyak dunia turut mengganggu lini produksi purified terephthalic acid (PTA) sebagai bahan baku polyester.
“Karena harga minyak dunia yang fluktuatif akhir-akhir ini maka industri tekstil sedang memilih untuk wait and see, karena khawatir jika bahan baku dibeli saat harga naik maka akan mengganggu cash flow industri tersebut,” kata Elis melalui pesan WhatsApp, Minggu (27/3/2022).
Pada Senin (21/03/2022), harga minyak jenis Brent berada di US$109,32/barel, meningkat 1,29 persen dari posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu. Sementara itu, minyak jenis Light Sweet atau WTI berada di level US$ 106,35/barel alias naik 1,58 persen.