Bisnis.com, BANDUNG - PT IPC Petikemas atau IPC TPK berencana memperluas standarisasi operasi di seluruh terminal peti kemas termasuk di luar area operasional.
Direktur Utama PT IPC TPK Wahyu Hardiyanto mengatakan saat ini telah melakukan banyak standarisasi operasi di perusahaannya. Dia menyebut standarisasi bisa memberikan efek terhadap biaya logistik.
Dia mencontohkan dampak standarisasi operasi pada terminal peti kemas yang berlokasi di pelabuhan adalah terkait dengan dwelling time, atau waktu yang merujuk pada saat suatu peti kemas (kontainer) mulai dibongkar dan diangkat dari kapal, sampai dengan meninggalkan terminal.
"Contoh, kapal yang biasanya tiga hari [bersandar di pelabuhan] itu bisa hanya [bersandar] satu setengah hari. Sehingga ini akan menekan biaya [yang dibebankan] pada shipping line lalu tentunya akan berefek kepada pengguna jasa shipping line," jelas Wahyu pada media gathering di Bandung, Jawa Barat, Selasa (15/3/2022).
Untuk itu, perluasan standarisasi nantinya akan dilakukan ke seluruh anak perusahaan subholding PT Pelindo Terminal peti kemas. Hal tersebut guna mendorong efisiensi biaya logistik di tanah air.
Salah satu standarisasi yang dimaksud yakni terkait dengan digitalisasi pelayanan. Saat ini, IPC TPK telah mengefisienkan proses billing dari biaya logistik pada seluruh pelabuhan internasional, dan pelabuhan domestik di luar Tanjung Priok.
Direktur Komersial dan Pengembangan Bisnis IPC TPK David Sirait mengatakan bahwa saat ini transaksi biaya logistik pada terminal yang dioperasikan oleh perusahaannya hanya memakan waktu dalam hitungan detik.
"Tadinya waktu transaksi 5-7 menit, sekarang turun ke hitungan detik," ujar David, pada kesempatan yang sama.
Adapun, saat ini terminal yang dioperasikan oleh IPC TPK berada di Tanjung Priok, Panjang, Pontianak, Telur Bayur, Palembang, dan Jambi.
Tahun ini, IPC TPK menargetkan pertumbuhan baik dari sisi pendapatan dan juga kinerja operasi. Perusahaan tersebut menargetkan arus volume peti kemas 2022 yakni sebesar 2,8 juta TEUs dan pendapatan sebesar Rp2,6 triliun.