Bisnis.com, JAKARTA — Bank of England (BOE) bakal menjadi bank sentral pertama di negara utama yang mengikuti langkah pengetatan kebijakan moneter Federal Reserve dengan menaikkan suku bunga ke level sebelum Covid-19.
Dilansir Bloomberg pada Kamis (17/3/2022), pembuat kebijakan moneter yang dipimpin oleh Gubernur BOE Andrew Bailey diperkirakan akan meningkatkan benchmark hingga 0,25–0,75 persen.
Hal ini dilakukan seiring dengan memburuknya prospek inflasi sehingga memaksanya untuk memasang perkiraan kenaikan harga di puncak 7,25 persen pada tahun ini.
Tingkat inflasi sudah mencapai yang tertinggi dalam tiga dekade terakhir dan akan semakin terkerek seiring dengan kenaikan harga pangan dan energi.
Bloomberg Economics mengatakan tingkat suku bunga bisa mencapai 10 persen pada Oktober, lima kali lipat dari target sebesar 2 persen BOE.
Peperangan di Ukraina langsung menyentak harga energi. Sejumlah ekonom memprediksi minoritas dari sembilan anggota panel kebijakan BOE akan terus menekan kenaikan suku bunga hingga 50 basis poin.
Rencana kenaikan ini akan diikuti dengan tiga kali kenaikan suku bunga berturut-turut, yang tercepat sejak awal kemerdekaan BOE pada 1997.
Seperti diketahui, The Fed mengumumkan kenaikan suku bunga acuan AS untuk pertama kalinya sejak 2018 pada Rabu dan memperlihatkan sinyal kenaikan pada 6 kali pertemuan ke depan pada tahun ini.
Investor harus bertaruh dengan rencana kenaikan suku bunga acuan hingga 1 persen pada Mei yang akan diiringi dengan membeli aset keuangan dengan skala besar atau quantitative easing.
Risalah dari rapat mungkin akan berisi beberapa sinyal tentang bagaimana BOE menangani divestasi itu. BOE telah memulai proses pengurangan neraca keuangan dengan menghentikan reinvestasi hasil dari aset yang jatuh tempo.
Hal ini membuat BOE membawa kepemilikan mereka turun dari puncak 875 miliar pound (US$1,1 triliun)
"Bank of England tampaknya akan menaikkan suku bunga dalam tiga kali pertemuan pada Maret. Pada bulan ini, kami memperkirakan pengetatan akan dibatasi karena kekhawatiran perang Rusia di Ukraina," ujar analis Bloomberg Economics Dan Hanson.
Pemerintah berada di bawah tekanan untuk membantu meringankan dampak krisis biaya hidup bagi pelaku usaha dan rumah tangga.
Dengan demikian, diperlukan lebih banyak bantuan fiskal yang dalam beberapa bulan mendatang oleh kebijakan moneter.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel