Bisnis.com, JAKARTA - Target pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) China sebesar 5,5 persen pada tahun ini kemungkinan belum cukup untuk mendorong pertumbuhan ekonomi global yang dihantam stagflasi dan perang Rusia - Ukraina.
Dilansir Bloomberg pada Senin (7/3/2022), Beijing baru saja mengumumkan target PDB pada Sabtu pekan lalu. Angka tersebut bahkan lebih tinggi dari proyeksi International Monetary Fund (IMF) sebesar 4,8 persen dan para ekonom sebesar 5,2 persen.
Sementara itu, dampak tekanan invasi Rusia kepada perekonomian global akan semakin terasa. J.P. Morgan memprediksi peperangan ini akan memangkas pertumbuhan ekonomi global hingga 0,5 persen.
Untuk ekonomi dunia, pertumbuhan China hingga 5,5 persen tidak akan cukup untuk mengimbangi hambatan perang, meskipun sedikit membantu.
Ekonom lembaga think tank di Washington Brookings Institute, David Dollar mengatakan stimulus tambahan yang tidak terlalu banyak pada tahun ini akan disambut pada saat dunia sedang menghadapi meningkatnya kekacauan invasi Rusia ke Ukraina.
"China sendang berupaya hati-hati untuk tidak menambah utang, sehingga dunia tidak perlu berharap adanya pertumbuhan terlalu banyak," katanya.
Baca Juga
Ekonom Carnegie Endowment for International Peace di Washington Yukon Huang menilai target ini berarti besar dari sisi politik bagi Presiden Xi Jinping yang mengincar kekuasaan di periode ketiga.
"Mereka menginginkan optimisme dan perasaan positif dalam kongres partai, bahwa [pemerintah] bisa menghadapi permasalahan," terangnya.
Namun, banyak ekonom meyakini kemungkinan dilakukannya perubahan kecil pada rencana yang ada atau penyesuaian marjinal.
Jika target sulit dicapai, taktik yang serupa dapat digunakan menjelang kongres, sehingga pertumbuhan ekonomi China tidak akan terlalu berdampak pada global.
"Apa yang dipublikasikan China sebagai target dan apa yang benar-benar ingin mereka capai adalah dua hal yang berbeda. Angka yang sebenarnya akan dibuka mendekati target. Namun, realitanya lebih lemah," kata Kepala Peneliti Makro TS Lombard Freya Beamish.
Ekonom Bloomberg Chang Shu dan David Qu mengatakan dalam catatan bahwa pesan dari Kongres Rakyat Nasional (NPC) sudah jelas bahwa Pemerintah China bertekad untuk mencegah pertumbuhan tergelincir terlalu banyak tahun ini.
Penurunan target dari 6 persen pada 2021 ke 5,5 persen menunjukkan China memang berniat untuk menstabilkan ekonomi yang menghadapi tekanan sengit dari kemerosotan sektor properti dan risiko dari perang Rusia-Ukraina.
"Target anggaran terlihat konservatif di permukaan, tetapi menyisakan ruang besar untuk stimulus yang bisa lebih kuat daripada pada 2020 untuk meredam pukulan pandemi," kata mereka.