Bisnis.com, JAKARTA - Pengembangan bahan baku obat berbasis herbal teruji klinis atau fitofarmaka masih penuh tantangan. Hal ini akui Presiden Direktur PT Kimia Farma Sungwun Pharmacopia (KFSP) Pamian Siregar.
Salah satu anak usaha PT Kimia Farma Tbk. (KAEF) itu menjajaki produk fitofarmaka dengan mengembangkan bahan baku herbal untuk kosmetik.
"KFSP juga merencanakan pengembangan produk yang berbasis bahan alam tahun ini, tetapi produk tersebut lebih banyak digunakan untuk bahan kosmetik," kata Pamian saat dihubungi Bisnis, Senin (7/3/2022).
Di luar itu, KFSP menargetkan pengembangan empat jenis bahan baku obat (BBO) baru sepanjang tahun ini. Sejak didirikan pada 2016, KFSP telah memproduksi 10 jenis BBO, enam diantaranya telah digunakan oleh industri farmasi domestik. Sementara empat sisanya masih dalam proses pengalihan sumber bahan baku di 28 perusahaan industri farmasi.
Pamian mengatakan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan aktif mendorong penggunaan empat BBO tersebut, salah satunya dengan rencana masuk e-catalog Lembaga Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP).
Sementara itu, terkait pengembangan BBO berbasis fitofarmaka, setidaknya ada tiga tantangan utama yakni pembuktian ilmiah, standardisasi, dan edukasi bagi kalangan medis untuk penggunaannya.
Baca Juga
"Pengembangan BBO berbasis bahan alam memang berbeda dengan berbasis sintesa farmaka," ujar Pamian.
Berdasarkan catatan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), sampai dengan akhir tahun lalu, obat tradisional yang terdaftar mencapai 14.987 merek. Adapun, obat herbal terstandar (OHT) tercatat sejumlah 86 jenis, dimana keamanan dan khasiatnya telah dibuktikan secara ilmiah melalui uji praklinik.
Adapun fitofarmaka yang telah melalui uji praklinik dan uji klinik tercatat berjumlah 27 jenis. Fitofarmaka dikenal juga dengan sebutan Obat Modern Asli Indonesia (OMAI).