Bisnis.com, JAKARTA — Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menyampaikan ada sisi positif dan negatif dari naiknya harga batu bara.
Satu sisi, kenaikan harga batu bara di level internasional ini bisa mendorong devisa. Pada akhirnya akan mendongkrak surplus neraca perdagangan.
"Sehingga ketika terjadi invasi di Ukraina, stabilitas nilai tukarnya kan masih terjaga. Ini salah satunya juga karena efek dari kenaikan harga batu bara sehingga ada penerimaan yang lebih besar," kata Bhima kepada Bisnis, Minggu (6/3/2022).
Kendati demikian, di dalam negeri, kenaikan harga batu bara yang terjadi secara konsisten memiliki risiko terhadap beberapa indikasi, seperti potensi kenaikan dari tarif dasar listrik khususnya dari PLTU.
Bhima mengatakan, imbasnya akan kemana-mana apabila terjadi penyesuaian pada tarif dasar listrik. Salah satunya adalah tingginya inflasi di dalam negeri.
Tak hanya itu, dari sisi biaya produksi khususnya untuk industri yang mengandalkan listrik dari PLTU seperti tekstil, pakaian jadi, alas kaki, dan industri kulit seperti, industri keramik, perlu diperhatikan efeknya terhadap cost of production dari industri manufaktur.
Konsekuensi lainnya, bila harga batu bara naik terlalu tinggi, maka ada kemungkinan porsi DMO batu bara dinaikkan, karena pemerintah ingin mengamankan stok batu bara bagi listrik di dalam negeri.
"Satu lagi ya dampak ke penerimaan negara sebetulnya terbantu, baik pajak dari pertambangan maupun dari PNBP dari sektor batu bara, itu juga turut membantu kenaikan dari penerimaan pajak sepanjang 2022," imbuhnya.
Bhima menambahkan ada kemungkinan kenaikan harga batu bara dapat mengimbangi harga minyak dan gas yang memberatkan APBN. "Kemudian juga ada dana kompensasi. Jadi keuntungan dari penerimaan di batu bara sebagian masuk ke dalam dana kompensasi. Sehingga tarif dasar listrik, kemudian BBM, itu bisa dijaga harganya agar tidak mengalami lonjakan yang signifikan," ujarnya.