Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef Andry Satrio Nugroho meminta pemerintah untuk menerapkan neraca komoditas pada produk besi dan baja (HS 72) menyusul lonjakan impor barang tersebut sepanjang 2021.
Andry mengatakan neraca komoditas itu dapat menggambarkan kebutuhan riil industri dalam negeri atas bahan baku impor. Artinya, neraca tersebut diharapkan dapat memetakan produk yang belum dapat dihasilkan di dalam negeri untuk dilakukan impor secara terukur.
“Untuk melihat sebetulnya kebutuhan dan produksi yang terjadi dalam negeri dengan neraca ini yang kita bisa lihat hulu sampai hilir kebutuhan besi dan baja itu berapa besar, kalau dirasa memang ada produk-produk baja yang belum bisa dihasilkan di dalam negeri,” kata Andry melalui pesan suara, Minggu (27/2/2022).
Alasannya, kata Andry, persoalan impor itu menjadi pelik lantaran terdapat 200 industri hilir yang masih bergantung pada besi dan baja impor.
“Kita perlu lihat dari sekian banyak jenis itu apakah cold rolled coil/sheet (CRC/S), HRC dan lainnya mana sih sebetulnya memang bisa diproduksi dalam negeri, ini yang perlu kita petakan,” kata dia.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan volume impor besi dan baja (HS 72) sepanjang 2021 sebesar 13,03 juta ton atau mengalami peningkatan 15 persen dari pencatatan 2020 di posisi 11,35 juta ton. Kendati demikian, nilai impor HS 72 pada 2021 menyentuh di angka US$11,95 miliar atau mengalami peningkatan sebesar 74 persen dari torehan 2020 di angka US$6,85 miliar.
Adapun, Industri baja nasional masih dirundung tingginya impor yang menggerus utilisasi produksi hingga menjadi 40 persen saja pada semester I/2021.
Ketua Klaster Produk Flat The Indonesian Iron & Steel Industry Association (IISIA) Melati Sarnita mengatakan, peningkatan impor yang terjadi akan semakin berdampak pada utilisasi industri baja nasional, di mana sampai dengan semester I/ 2021 hanya sebesar rata-rata 40 persen.
“Masih jauh dari kondisi good utilization sebesar 80 persen,” kata Melati dalam keterangannya, Jumat (24/12/2021).
Dia mengatakan, peningkatan impor baja dengan kode HS 72 sebesar 20 persen terhitung tinggi. Khusus untuk produk CRC/S, selain mengalami peningkatan sebesar 63 persen dari tahun sebelumnya, sebanyak 700.000 ton, atau 53 persennya merupakan CRC/S paduan.
Melati mengkhawatirkan kondisi tersebut akan terus berlangsung sampai kuartal kedua 2022 jika pemerintah tidak segera melakukan pengendalian, karena kuota impor terus diberikan.