Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) disebut-sebut tengah merancang sistem pengawasan pasokan batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Wakil Ketua Komisi VII Eddy Soeparno mengatakan bahwa saat ini sistem tersebut sedang dipersiapkan oleh kementerian dan akan diterapkan. Langkah ini diambil untuk memastikan domestic market obligation (DMO) batu bara berjalan lancar.
“Agar seluruh ekspor batu bara termasuk pemenuhan DMO bisa terdata dengan baik, sehingga ada mekanisme kontrol,” katanya kepada Bisnis, Selasa (22/2/2022).
Lebih lanjut, Parlemen meminta Kementerian ESDM segera mengidentifikasi perusahaan batu bara yang belum memenuhi persyaratan DMO. Bagi perusahan tersebut, DPR mendorong agar segera diberikan tindakan seperlunya.
Bisnis telah menghubungi Direktur Jenderal Mineral dan Batubara KESDM Ridwan Djamaluddin melalui pesan singkat menanyakan soal sistem monitoring tersebut. Akan tetapi hingga berita ini diturunkan, belum ada respons dari yang bersangkutan.
Pada Januari 2022, pemerintah sempat menghentikan ekspor batu bara seiring krisis energi dialami oleh pembangkit listrik dalam negeri. Sedikitnya 17 PLTU mengalami krisis pasokan batu bara untuk mengoperasikan pembangkit.
Baca Juga
Regulasi ini diterbitkan Kementerian ESDM tepat sehari sebelum pergantian tahun pada 31 Desember 2021. Surat bernomor B-1605/MB.05/DJB.B/2021 bersifat sangat segera ini menetapkan tiga poin utama.
Pertama, melarang penjualan batu bara ke luar negeri sejak 1 Januari - 31 Januari 2022. Langkah ini diambil setelah persediaan batu bara pada PLTU milik PLN dan independent power producer (IPP) dalam keadaan kritis dan sangat rendah.
Kedua, wajib memasok seluruh produksi batu bara untuk memenuhi kebutuhan listrik kepentingan umum sesuai kewajiban pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan penugasan pemerintah kepada perusahaan atau kontrak dengan PLN dan IPP.
Ketiga, apabila sudah terdapat batu bara di pelabuhan muat atau sudah dimuat di kapal, maka pemerintah menginstruksikan segera dikirim ke PLTU milik grup PT PLN (Persero) dan IPP.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Jamaludin mengatakan bahwa larangan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan batu bara pada 20 PLTU dengan daya sekitar 10.850 mega watt (MW).
“Dari 5,1 juta metrik ton penugasan dari pemerintah, hingga tanggal 1 Januari 2022 hanya dipenuhi sebesar 35.000 metrik ton atau kurang dari 1 persen,” katanya.
Menyikapi kebijakan ini, Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Kementerian Perhubungan Capt. Mugen Sartoto menerbitkan surat bernomor UM.006/26/1/DA-2021 perihal pelarangan sementara ekspor batu bara.
Dalam surat bersifat sangat segera itu, Kemenhub meminta jajarannya untuk tidak menerbitkan surat persetujuan berlayar (SPB) terhadap kapal dengan tujuan penjualan batu bara.
“Disampaikan kepada Saudara untuk tidak menerbitkan surat persetujuan berlayar [SPB] terhadap kapal dengan tujuan penjualan batu bara ke luar negeri selama periode 1 Januari sampai dengan 31 Januari 2022,” tulisnya.