Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bos Ericsson Akui Temuan Pendanaan ISIS, Saham Langsung Anjlok

Saham Ericsson terjun hingga 14,5 persen pada siang hari pada Rabu (16/2/2022), waktu Stockholm, menjadi penurunan terbesaar dalam sehari sejak Juli 2017.
Siluet pengunjung pada pameran Do Zone Ericsson Indonesia di Jakarta, Selasa (17/4/2018)./JIBI-Nurul Hidayat
Siluet pengunjung pada pameran Do Zone Ericsson Indonesia di Jakarta, Selasa (17/4/2018)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA - Saham perusahaan telekomunikasi asal Swedia Ericsson jeblok setelah pengakuan adanya potensi pendanaan kepada organisasi bersenjata ISIS untuk mendapat akses rute transportasi tertentu di Irak.

Dilansir Bloomberg pada Rabu (16/2/2022), saham perusahaan terjun hingga 14,5 persen pada siang hari pada Rabu (16/2/2022), waktu Stockholm, menjadi penurunan terbesaar dalam sehari sejak Juli 2017.

Dengan wawancara bersama surat kabar Dagens Industri, Chief Executive Officer Ericsson Borje Ekholm mengatakan bahwa perusahaan telah mengidentifikasi pengeluaran yang tidak biasa pada 2018. Namun, perusahaan belum mengungkapkan penerima dana tersebut.

"Apa yang kami lihat adalah rute transportasi telah dibeli melalui daerah yang dikuasai oleh organisasi teroris , termasuk ISIS," ujar Ekholm.

Sebelumnya, perusahaan menyatakan bahwa mereka terus "berinvestasi secara signifikan" ke dalam penyelidikan mengenai masalah kepatuhan dalam operasinya yang berbasis di Irak.

"[Ericsson telah menghabiskan] sumber daya yang cukup besar untuk mencoba memahami ini sebaik mungkin. Pendanaan terorisme benar-benar tidak dapat diterima dan sesuatu yang tidak kami izinkan sama sekali," ungkapnya.

Namun, juru bicara Ericsson menolak berkomentar saat dihubungi oleh Bloomberg News.

Temuan investigasi internal ini menambah titik hitam perusahaan setelah penyelidikan kasus korupsi senilai US$1 miliar pada 2019.

Salah satu unit Ericsson AB mengaku bersalah atas kampanye suap dan korupsi selama bertahun-tahun di Asia dan Timur Tengah.

Pada Oktober tahun lalu, masalah ini muncul kembali, setelah Kementerian Kehakiman AS menuduh perusahaan tersebut melanggar perjanjian senilai US$1 miliar yang dibuat dengan jaksa pada 2019 untuk mengakhiri penyelidikan korupsi yang sudah lama berjalan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nindya Aldila
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper