Bisnis.com, JAKARTA - Valuasi induk e-commerce terbesar Indonesia Shopee, Sea Ltd., anjlok hingga US$16 miliar di pasar India, sejalan dengan kebijakan pemerintah India yang melarang ratusan aplikasi asal China dalam 2 tahun terakhir.
Saham Sea di New York anjlok hingga lebih dari 18 persen dalam semalam seiring dengan langkah Kementerian Dalam Negeri India memblokir 54 aplikasi yang berhubungan dengan China. Saham telah kehilangan hampir dua pertiga nilainya sejak Oktober.
Seperti diketahui, Sea mulai menjadi perusahaan publik pada 2017 dan melaju menjadi perusahaan dengan valuasi tertinggi di Asia Tenggara. Perusahaan ini menjadi yang terdepan baik dari bisnis game, e-commerce, dan layanan keuangan.
Konglomerasi Sea didirikan oleh Forrest Li yang dilahirkan di China, tetapi merupakan warga negara Singapura. Investor terbesarnya merupakan raksasa media sosial Tencent Holdings Ltd.
"Sea adalah perusahaan Singapura dan kami ingin bermitra dengan misi ekonomi digital India. Kami berkomitmen untuk melindungi privasi dan keamanan pengguna di India dan global," seperti dikutip dari pernyataan perusahaan dari Bloomberg pada Selasa (15/2/2022).
Perusahaan telah mengikuti hukum dan peraturan yang berlaku di India.
"Kami tidak mentransfer atau menyimpan data apapun dari pengguna India kami ke China," lanjut pernyataan tersebut.
Salah satu aplikasi yang masuk dalam daftar blokir India adalah Free Fire besutan Garena, anak usaha Sea. Permainan Free Fire merupakan game seluler terlaris di India pada kuartal III/2021, menurut pelacak industri App Annie.
Keputusan New Delhi ini menjadi bukti menegangnya hubungan geopolitik seiring dengan membuncahnya kompetisi Sea dengan e-commerce milik Alibaba Group Holding Ltd., Lazada.
Hal ini membuat investor gugup jika India bisa saja ikut memblokir Shopee, yang menjadi pilar kedua bisnis Sea dengan 300 karyawan dan 20.000 penjual lokal hingga Desember.
Pada Senin, Li meyakinkan para pemegang saham pada rapat umum tahunannya bahwa perusahaan telah mengendalikan situasi tersebut. Namun, dia tidak mengomentari soal larangan Free Fire di India.
Analis JPMorgan Ranjan Sharma memangkas perkiraan harga Sea sekitar 40 persen menjadi US$250 lantaran kegelisahan yang meningkat terhadap franchise game Sea.
Sea masih menjadi kisah sukses di Asia Tenggara yang berhasil menghasilkan rata-rata pendapatan per tahun hampir US$10 miliar. Sebanyak 32 dari 33 analis masih mempertahankan peringkat beli atau overweight.
Bloomberg mencatat, bahkan manajer dana terkenal seperti Cathie Wood, CEO Ark Investment Management membeli lebih dari 145.000 lembar saham pada Senin.
Namun, masih menjadi pertanyaan apakah Sea dapat mengajukan banding atas keputusan India dan membalikkannya? Jika gagal, apakah larangan itu akan meluas ke bisnis lain di ekonomi internet yang tumbuh paling cepat di dunia.
Selain itu, India sebenarnya kurang memiliki justifikasi untuk menghalangi bisnis Sea karena perusahaan ini secara resmi adalah perusaahaan Singapura. Para eksekutif juga bekerja di luar India, termasuk Li dan sebagain besar karyawannya.
Namun, Sea memang memiliki hubungan dengan ekonomi terbesar kedua di dunia, China. Mayoritas eksekutif senior Sea berasal dan memiliki hubungan dekat dengan China.