Bisnis.com, JAKARTA – PT Citilink Indonesia mengharapkan adanya intervensi regulator supaya tidak ada perang tarif di tengah persaingan layanan bertarif hemat (low cost carrier/LCC).
Direktur Utama Citilink Juliandra Nurtjahjo menuturkan dengan makin ramainya maskapai yang masuk di segmen LCC, selalu membawa efek adanya persaingan tarif yang ketat. Terlebih di tengah penadmi ini, dengan persaingan tarif, memicu timbulnya kekhawatiran masyarakat akan penerbangan yang aman dan nyaman.
Kekhawatiran ini, sebutnya memang sangat masuk akal karena industri ini dikenal sebagai industri yang padat modal, dengan investasi pesawat yang sangat mahal.
Perawatan pesawat, sekaligus dengan protokol untuk menjalankan keamanan operasi pesawat memang mahal. Fenomena tersebut, lanjutnya, merupakan persoalan yang berada di luar kendali maskapai.
“Menyikapi hal tersebut, perlu intervensi regulator, dalam hal ini Pemerintah, untuk memastikan bahwa persaingan yang terjadi nantinya tetap dapat menjamin outcome yang feasible bagi industri ini menjaga/menjalankan protokol keamanan dengan disiplin sesuai dengan petunjuk dari manufaktur pesawat,” ujarnya, Jumat (11/2/2022).
Juliandra menegaskan peran penting pemerintah untuk menjaga sustainabilitas dari industri penerbangan. Dia meminta pemerintah jangan mengabaikan peran penting maskapai dalam menjaga atau mengembangkan pertumbuhan ekonomi.
“Apalagi untuk Indonesia, yang berciri kepulauan. Tidak ada jalan lain, efisiensi arus barang dan mobilitas orang hanya dapat diciptakan jika ada konektivitas yang baik dari industri ini. Oleh karena itu, negara kita sangat berkepentingan untuk mempunyai industri maskapai yang kuat,” imbuhnya.
Seperti diketahui, penerbangan Indonesia pada tahun ini kembali diramaikan kehadiran maskapai yang terjun ke segmen LCC selama pandemi Covid-19. Sebelumnya, pada tahun lalu ada maskapai baru Super Air Jet yang mengudara di segmen LCC.
Saat ini, TransNusa yang sebelumnya hanya melayani rute penerbangan berjadwal di wilayah timur Indonesia juga beroperasi kembali dengan branding baru menjadi maskapai LCC.
Direktur Utama TransNusa Bayu Sutanto mengatakan pada 2022 ini, pihaknya akan melebarkan rute jaringan dengan beroperasi di rute-rute domestik selain wilayah timur dengan model layanan no frills atau yang selama ini juga dikenal dengan LCC. Perubahan bisnis tersebut, terangnya, karena melihat adanya perubahan segmen LCC pasca pandemi Covid-19.
Sesuai dengan rencana bisnis, TransNusa akan mengoperasikan pesawat jet narrow body dan juga regional jet. Sementara untuk rute domestik, TransNusa akan menerbangi rute-rute destinasi wisata seperti Denpasar dan Yogyakarta selain rute-rute yang sebelumnya telah diterbangi.
“Perubahan segmen LCC ini karena kami melihat kedepannya akan lebih banyak mendominasi dibandingkan dengan segmen full service dan medium service. Kami menilai segmen korporasi dan pemerintah yang selama ini menjadi pelanggan full service akan berkurang dari sisi permintaan perjalanan karena terbiasa dengan pertemuan daring sejak pandemi Covid-19,” jelasnya.
TransNusa pun akan menggunakan pesawat COMAC ARJ21 mulai Agustus 2022 untuk dioperasikan di rute penerbangan yang sebelumnya dilayani dengan pesawat propeller ATR72. Layanan operasi TransNusa dengan maskapai ini direncanakan mulai pada Agustus 2022.