Bisnis.com, JAKARTA - Seiring kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) rata-rata 12 persen pada tahun ini, produksi rokok dipastikan tertekan. Menurut proyeksi Kementerian Keuangan, kenaikan cukai akan menekan produksi rokok dari 320,1 miliar batang menjadi 310,4 miliar batang pada tahun ini.
Ketua Gabungan Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wahyudi mengatakan, sejalan dengan proyeksi penurunan tersebut, produsen mengatur berbagai strategi penjualan dan diversifikasi investasi ke segmen lain seperti rokok elektrik.
"Yang jelas dari rencana pengenaan cukai 2022, yang akan turun 10 miliar. Masing-masing perusahaan melakukan strategi pricing policy, promosi, dan sebagainya. Investasi barangkali di segmen market lain, atau sigaret non konvensional yang cair," jelas Benny kepada Bisnis, Jumat (4/2/2022).
Menurut catatannya, produksi sigaret putih mesin (SPM) pada tahun lalu turun 15,52 persen dibandingkan 2019. Sementara itu, penurunan pada sigaret kretek mesin sebesar 7,96 persen, sedangkan sigaret kretek tangan tumbuh 3,42 persen.
Adapun dengan penurunan tersebut, pangsa pasar SPM ikut tergerus 3,27 persen pada 2021 dibandingkan dengan 2019.
Benny mengatakan pihaknya sebenarnya berharap pemerintah memasukkan industri hasil tembakau (IHT) ke sektor yang dibiayai program pemulihan ekonomi nasional. Namun, alih-alih mendapat insentif, tarif cukai hasil tembakau kembali dinaikkan.
Baca Juga
Dengan kenaikan rata-rata 12 persen, Kementerian Keuangan memproyeksikan penerimaan CHT mencapai target APBN sebesar Rp193,53 triliun. Sementara itu, indeks kemahalan naik dari 12,7 persen menjadi 13,78 persen.
Selain mempertimbangkan sisi industri, penaikan tarif cukai juga memperhatikan aspek kesehatan, di mana prevalensi merokok dewasa ditarget turun dari 33,2 persen menjadi 32,26 persen.
Adapun, prevalensi merokok anak juga diproyeksi turun dari 8,97 persen menjadi 8,83 persen. Sedangkan, dari sisi tenaga kerja, ada potensi penurunan sebesar 457 hingga 990 orang.