Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan bahwa teknologi penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon (carbon capture, utilization and storage/CCUS) mampu meningkatkan produksi minyak dan gas bumi hingga mengurangi emisi karbon.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan, teknologi CCUS dapat menjadi salah solusi bagi Indonesia dalam mewujudkan ketahanan energi dan mengurangi emisi gas rumah kaca.
“Pemanfaatan teknologi pengurangan emisi, seperti CCS/CCUS bisa menjadi solusi, mengingat CCUS mampu meningkatkan produksi migas melalui enhanced oil recovery [EOR] atau enhanced gas recovery [EGR], sekaligus mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan,” katanya melalui keterangan resmi, Kamis (27/1/2022).
Saat ini, minat stakeholder baik dari migas maupun industri lain untuk mengembangkan teknologi penangkapan karbon cukup banyak di Indonesia.
Tutuka menyampaikan bahwa minat stakeholder mengembangkan CCS/CCUS terlihat mulai dari Aceh hingga Papua, seperti di Lapangan Gundih, Sukowati, Sakakemang, East Kalimantan, hingga rencana proyek karbon dioksida EGR di Lapangan Tangguh.
Adapun, di banyak forum internasional yang membahas upaya mencapai netralitas karbon juga menjadikan penangkapan karbon sebagai teknologi kunci untuk mencapai target tersebut.
Kementerian ESDM sendiri telah membentuk tim penyusun regulasi pelaksanaan kegiatan CCS/CCUS, karena melihat regulasi penyelenggaraan kegiatan teknologi itu sangat dibutuhkan dan ditunggu oleh para stakeholder.
“Tim ini telah bekerja secara intensif sejak pertengahan 2021 sampai dengan saat ini untuk menyusun draft Peraturan Menteri ESDM terkait penyelenggaraan CCS/CCUS,” ujar Tutuka.
Regulasi itu nantinya akan mencakup aspek teknis, mulai dari penangkapan karbon, transportasi, injeksi, penyimpanan dan MRV, aspek ekonomi dan monetisasi, serta aspek legal yang dibutuhkan dalam mendorong pengembangan CCS/CCUS di Indonesia.
Kementerian ESDM juga telah mengusulkan agar regulasi CCS/CCUS ini dapat masuk dalam prioritas untuk diselesaikan 2022, sehingga dapat segera diimplementasikan ke subsektor hulu migas.
Dosen Senior Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB) Rachmat Sule mengatakan, sektor energi dan sumber daya mineral memiliki porsi sekitar 314 juta hingga 446 juta ton karbon dioksida yang harus dikurangi hingga tahun 2030, sehingga perlu upaya keras untuk mewujudkan target tersebut, antara lain melalui penggunaan teknologi CCS/CCUS.
“Kita berusaha meregulasi semua aktivitas dalam CCUS ini. Pelaku industri juga kan perlu dilindungi ketika melakukan aktivitasnya. Oleh karena itu, regulasi ini sangat penting,” kata Rahmat yang juga merupakan perwakilan tim penyusun regulasi CCS/CCUS.
Lebih lanjut, dia mengatakan, penggunaan teknologi CCS/CCUS di Indonesia juga menghasilkan dampak keekonomian yang positif. Hal tersebut berdasarkan hasil penelitian di Lapangan Tangguh, apabila proses injeksi dilakukan hingga tahun 2045.
Apalagi karbon dioksida yang tersimpan di subsurface bisa dimonetisasi, sehingga Lapangan Tangguh ditargetkan mulai menerapkan CCUS pada 2026, dan potensi karbon dioksida yang tersimpan sebanyak 25 juta ton selama 10 tahun.
“Itu hal positif yang bisa dilakukan di Indonesia, di mana di negara lain belum tentu bisa dilakukan. Hanya selected country saja,” jelas Rahmat.
Sekadar diketahui, CCS adalah kegiatan mengurangi emisi gas rumah kaca yang meliputi pemisahan dan penangkapan emisi karbon, pengangkutan emisi karbon tertangkap ke tempat penyimpanan maupun penyimpanan ke zona target injeksi dengan aman dan permanen, sesuai dengan kaidah keteknikan yang baik.
Sementara itu, CCUS adalah kegiatan mengurangi emisi gas rumah kaca, meliputi pemisahan dan penangkapan emisi karbon, pengangkutan emisi karbon tertangkap ke tempat penyimpanan, pemanfaatan emisi karbon, dan penyimpanan ke zona target injeksi dengan aman dan permanen sesuai kaidah keteknikan yang baik.