Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah mematok target defisit anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN 2022 di angka 4,85 persen.
Namun, realisasi defisit APBN 2021 sudah lebih rendah dari target tahun ini, sehingga muncul keyakinan bahwa realisasi defisit 2022 akan lebih baik dan menjadi modal menghadapi ketidakpastian global.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa postur APBN pada 2022 mengedepankan percepatan pemulihan ekonomi dan reformasi struktural.
Salah satu mandat utama adalah menekan defisit APBN hingga di bawah 3 persen pada 2023 nanti, sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 2/2020 tentang Kebijakan Keuangan untuk Penanganan Covid-19.
Pada tahun ini, pemerintah masih memiliki ruang untuk mencatatkan defisit APBN di atas 3 persen, guna mendukung langkah pemulihan ekonomi. Meskipun begitu, Sri Mulyani meyakini bahwa realisasi defisit itu tidak akan setinggi rencana awal karena kinerja 2021 yang cukup baik.
"Defisit kita di 4,85 persen dari PDB [target APBN 2022], ini lebih tinggi dari realisasi defisit 2021 yang sangat baik, turun drop di 4,65 persen. Jadi kami berharap realisasi defisit 2022 akan jauh lebih rendah dari yang ada di dalam UU [2/2020]," ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja Menteri Keuangan dengan Gubernur Bank Indonesia, Ketua OJK, Ketua LPS, dan Komisi XI DPR, Kamis (27/1/2022).
Baca Juga
Turunnya defisit dari proyeksi APBN 2022 sangat penting bagi perekonomian, karena hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan dari sisi penerimaan atau penurunan belanja negara. Pemerintah mematok pendapatan negara Rp1.846,1 triliun dan belanja negara Rp2.714,2 triliun, sehingga masih terdapat defisit Rp868 triliun.
Asumsi defisit itu setara dengan 4,85 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) dan menyebabkan adanya keperluan pembiayaan senilai Rp868 triliun. Turunnya defisit berarti menurunkan kebutuhan pembiayaan tersebut.
"Kalau kita mampu menurunkan defisit secara signifikan, maka kebutuhan pembiayaan tahun ini juga akan jauh lebih menurun," ujar Sri Mulyani.
Penurunan defisit dari target awal menurutnya akan meghasilkan konsekuensi yang sangat penting, terutama ketika Indonesia menghadapi dinamika global yang tidak pasti. Dampak dari gejolak ekonomi dan politik global akan membawa dampak atau spill over effect signifikan.
"Spill over effect-nya itu akan sangat dominated di sektor keuangan. Tadi dari sisi capital flow, kenaikan suku bunga, nilai tukar, dan dari sisi volatilitas di sektor keuangan. [Defisit di bawah target APBN 2022] ini cukup bagus untuk memulihkan kembali fondasi kebijakan fiskal, untuk bisa menjaga perekonomian," ujarnya.