Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Panic Buying, YLKI Minta Pembelian Minyak Goreng Rp14.000 Dibatasi

YLKI menilai stok minyak goreng kemasan di ritel modern terpantau berkurang drastis sejak pemerintah menerapkan kebijakan satu harga pada 19 Januari 2022.
Sejumlah warga membeli minyak goreng kemasan saat operasi pasar murah minyak goreng di Blok F Trade Center, Pasar Kebon Kembang, Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat (31/12/2021). /Antara Foto-Arif Firmansyah-nym.rn
Sejumlah warga membeli minyak goreng kemasan saat operasi pasar murah minyak goreng di Blok F Trade Center, Pasar Kebon Kembang, Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat (31/12/2021). /Antara Foto-Arif Firmansyah-nym.rn

Bisnis.com, JAKARTA – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan pelepasan minyak goreng subsidi seharga Rp14.000 per liter seharusnya diikuti dengan kebijakan pembatasan pembelian, seiring dengan maraknya aksi borong atau panic buying yang dilakukan konsume.

Stok minyak goreng kemasan di ritel modern terpantau berkurang drastis sejak pemerintah menerapkan kebijakan satu harga pada 19 Januari 2022.

"Panic buying oleh konsumen merupakan bentuk kesalahan strategi pemasaran pemerintah dalam membuat kebijakan publik. Ini juga kegagalan pemerintah dalam membaca perilaku konsumen," kata Ketua Harian YLKI Tulus Abadi dalam pesan instan, Senin (24/1/2022).

Dari sisi konsumen, dia mengatakan perilaku panic buying merupakan fenomena anomali dan merefleksikan sikap egois pengguna akhir.

"Terkait hal ini, menurut keterangan Aprindo, stok minyak satu harga makin menipis. Seharusnya pemerintah membatasi pembelian, misalnya konsumen hanya boleh membeli satu bungkus atau satu liter saja," katanya.

Tulus juga memperkirakan intervensi pemerintah dalam harga minyak tidak akan efektif karena tidak menyasar permasalahan utama. YLKI menduga ada praktik kartel dalam penetapan harga minyak goreng di pasar dalam negeri.

YLKI lantas mendesak pemerintah utk mengatur domestic market obligation (DMO) dan patokan harga CPO untuk kebutuhan domestik. Sebagai negara produsen minyak sawit terbesar, Tulus mengatakan Indonesia seharusnya punya kemampuan untuk mengatur hal tersebut.

"Ini ironi dan paradoks jika konsumen minyak goreng Indonesia harus membeli dengan standar CPO internasional, karena kita negara penghasil CPO terbesar di dunia," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper