Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Cerita Bos Kapal Api dapat 'Surat Cinta' Petugas Pajak: Sekarang Sulit Menghindar

Hal tersebut disampaikan oleh Soedomo dalam acara sosialisasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) di Jawa Timur, Kamis (20/1/2022).
CEO PT Kapal Api, Soedomo Mergonoto dalam acara sosialisasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) di Jawa Timur, Kamis (20/1/2022)/tangkapan layar youtube
CEO PT Kapal Api, Soedomo Mergonoto dalam acara sosialisasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) di Jawa Timur, Kamis (20/1/2022)/tangkapan layar youtube

Bisnis.com, JAKARTA — CEO PT Kapal Api, Soedomo Mergonoto berbagi cerita soal kecenderungan konglomerat yang lebih ingin untuk menghindari pajak. Namun, berkembangnya sistem perpajakan membuat upaya penghindaran semakin sulit, dia pun mengimbau agar para konglomerat tertib pajak.

Hal tersebut disampaikan oleh Soedomo dalam acara sosialisasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) di Jawa Timur, Kamis (20/1/2022). Di hadapan sejumlah konglomerat dan pimpinan Direktorat Jenderal Perpajakan (Ditjen Pajak) Kemeterian Keuangan, dia bercerita bahwa saat ini semakin sulit untuk menghindar dari kewajiban perpajakan.

Soedomo membagikan pengalamannya sendiri saat mendapatkan 'surat cinta' dari petugas pajak atas hartanya. 20 tahun lalu, Soedomo memiliki deposito di DBS Bank Singapura yang sudah ditutup beberapa waktu setelahnya, ternyata belum terdapat pembayaran pajak penghasilan (PPh) dari deposito itu.

"Setelah kami tax amnesty [TA], katanya kan kalau TA enggak dicari-cari lagi, tetapi baru-baru ini kami ditegur. Pak Domo, ada deposito di DBS itu 20 tahun yang lalu kok enggak bayar pajak penghasilannya sama bunga. Wah, saya kaget, kok bisa tahu, padahal kan saya ini lupa. Ini lupa tetapi komputer ini digitally enggak bisa lupa. Jadi ini terpaksa saya bayar, mau enggak mau," ujar Soedomo pada Kamis (20/1/2022).

Dia pun menyatakan bahwa secara naluriah memang terdapat keinginan untuk menghindar kewajiban perpajakan. Bagaimana tidak, semakin tinggi penghasilan seseorang maka semakin besar pula tarif pajaknya, sehingga penghindaran kewajiban pajak akan 'menambah' harta seseorang.

Meskipun begitu, Soedomo menyatakan bahwa semakin sulit untuk menghindari kewajiban perpajakan, buktinya di antaranya dari kejadian deposito 20 tahun lalu tersebut. Dia pun mengimbau para konglomerat di acara sosialisasi UU HPP dan masyarakat secara umum untuk mematuhi kewajiban perpajakan.

"Ya kami taati saja, apalagi sekarang kita mau menghindar ini sangat susah. Pastinya ya mau menghindar, ya ini kan ngomong blak-blakan saja, kalau bisa menghindar ya menghindar, tetapi kalau sekarang ini sudah begitu ketat, sudah digital semua, mau menghindar tidak bisa. Dan ini saya hanya bisa mengimbau para wajib pajak, sekarang ini pajak ini sulit sekali kalau mau main-main, jadi saya mengimbau ya bayar saja lah," ujarnya.

Menutup pembicaraannya, Soedomo pun berharap agar petugas pajak tidak terus mengejar para konglomerat yang sudah taat pajak, terutama yang sudah mengikuti tax amnesty jilid I atau program pengungkapan sukarela (PPS)—yang sering disebut tax amnesty jilid II.

"Terus terang, kalau kita sudah bayar ini ya aparat pajak jangan nyari-nyari terus," ujarnya sambil tertawa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper