Bisnis.com, JAKARTA - Unilever Plc kembali mengajukan penawaran akuisisi terhadap unit bisnis kesehatan konsumen milik GlaxoSmithKline (GSK), GSK Consumer Healthcare.
Dalam siaran pers, pada Sabtu (15/1/2022), GSK mengungkapkan pihaknya telah menerima tiga proposal yang tidak mengikat dari Unilever. Sebelumnya, Unilever telah memberikan proposal penawaran pada 20 Desember 2021.
Proposal tersebut mengungkapkan penawaran akuisisi senilai 50 miliar poundsterling atau sekitar US$ 68,4 miliar (Rp978,12 triliun). Nilai tersebut mencakup pembayaran tunai 41,7 miliar poundsterling dan 8,3 poundsterling saham Unilever.
Sebagai catatan, GSK Consumer Healthcare merupakan joint venture antara GSK dan Pfizer, dimana GSK berperan sebagai pemegang saham terbesar dengan kepemilikan 68 persen dan Pfizer 32 persen.
Adapun, GSK menegaskan bahwa pihaknya menolak ketiga proposal tersebut dengan alasan tawaran Unilever meremehkan prospek bisnis di bidang perawatan kesehatan konsumen (consumer healthcare) dan prospeknya ke depan.
"Dewan GSK dengan suara bulat menyimpulkan bahwa proposal tersebut tidak sesuai dengan kepentingan terbaik pemegang saham GSK karena pada dasarnya meremehkan bisnis layanan kesehatan konsumen dan prospeknya di masa depan," tegas GSK dalam rilisnya.
Baca Juga
Dewan GSK menambahkan bahwa fokus perusahaan saat ini adalah untuk memaksimalkan nilai bagi pemegang saham GSK.
Dewan telah mengevaluasi setiap proposal Unilever dengan cermat. Dalam melakukannya, Dewan dan penasihatnya menilai proposal relatif terhadap penilaian perencanaan keuangan yang diselesaikan untuk mendukung usulan pemisahan bisnis pada pertengahan 2022, termasuk prospek pertumbuhan penjualan yang ditetapkan.
GSK juga menegaskan bahwa bisnis consumer healthcare yang dijalankannya telah bertransformasi sejak 2014 melalui keberhasilan integrasi bisnis GSK dengan portofolio kesehatan Novartis pada 2015 dan Pfizer pada 2019.
"Yang terpenting, transformasi ini juga telah menyediakan platform untuk menskalakan dan mengoptimalkan banyak aspek bisnis consumer healthcare termasuk divestasi merek dengan pertumbuhan yang lebih rendah, memperkenalkan model R&D/inovasi baru, mengoptimalkan rantai pasokan dan jaringan manufaktur, di samping investasi berkelanjutan dalam platform dan kemampuan digital, data dan analitik baru," ungkap GSK.
Hal ini telah menghasilkan bisnis perawatan kesehatan konsumen GSK menjadi produk global terkemuka dengan penjualan tahunan sebesar 9,6 miliar poundsterling pada tahun 2021.
"Bisnis ini memiliki portofolio merek terkemuka kelas dunia dan kategori yang luar biasa; skala global dengan jejak dan kemampuan distribusi untuk melayani lebih dari 100 pasar; pembangunan merek yang kuat, inovasi dan kemampuan digital; dan menawarkan proposisi unik yang menggabungkan sains tepercaya dengan pemahaman manusia," paparnya.
Di Indonesia, GSK dikenal dengan merek a.l. Panadol, Sensodyne, Volatren dan Scott's.
Selama periode 2019-2021, bisnis Layanan Kesehatan Konsumen menghasilkan pertumbuhan penjualan organik sebesar 4 persen melampaui kategorinya dan terlepas dari dampak buruk pandemi Covid-19.
Dewan GSK yakin bahwa bisnis consumer healthcare dapat secara berkelanjutan memberikan pertumbuhan penjualan organik tahunan di kisaran 4-6 persen (CER) dalam jangka menengah.
Oleh karena itu, GSK berencana untuk tetap fokus melakukan pemisahan bisnis layanan kesehatan konsumen, untuk menciptakan perusahaan konsumen terdepan di kancah global dengan persetujuan pemegang saham, serta tetap berada di jalur yang akan dicapai pada pertengahan 2022.