Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kemenkeu Yakin 3 Komoditas Unggulan Ini Bakal Topang Kinerja Ekspor RI hingga Pertengahan 2022

Kenaikan harga komoditas khususunya seperti nikel, CPO, dan karet masih akan mendukung kinerja ekspor Indonesia setidaknya hingga pertengahan tahun 2022.
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020). Badan Litbang Kementerian ESDM memulai kajian kelayakan pemanfaatan minyak nabati murni (crude palm oil/CPO) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) hingga Desember 2020. Bisnis/Arief Hermawan P
Pekerja menata kelapa sawit saat panen di kawasan Kemang, Kabupaten Bogor, Minggu (30/8/2020). Badan Litbang Kementerian ESDM memulai kajian kelayakan pemanfaatan minyak nabati murni (crude palm oil/CPO) untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) hingga Desember 2020. Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA - Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF Kemenkeu) Febrio Kacaribu memperkirakan kenaikan harga sejumlah komoditas masih akan memberikan berkah bagi perekonomian Indonesia pada 2022. Terutama, komoditas unggulan ekspor.

"Kabar baik bahwa harga komoditas unggulan [ekspor] Indonesia. Nikel, CPO [crude palm oil/minyak sawit mentah], karet, batubara, ini produk-produk yang mendapatkan windfall," jelas Febrio pada taklimat media secara daring, Rabu (12/1/2022).

Febrio menyoroti khususnya komoditas CPO dan batu bara yang turut mendukung kinerja ekspor Indonesia. Keduanya sama-sama mengalami kenaikan harga hampir sebesar 200 persen jika dibandingkan dengan tingkat harga sebelum pandemi Covid-19.

Menurut Febrio, kenaikan harga komoditas khususunya seperti nikel, CPO, dan karet masih akan mendukung kinerja ekspor Indonesia setidaknya hingga pertengahan tahun 2022. Karena, perkembangan harga komoditas tersebut masih akan mengikuti perekonomian dunia. Sehingga, kenaikan harga akan memberikan nilai tambah bagi ekonomi.

"Kita lihat ini akan cukup kuat sampai pertengahan tahun. Tapi nanti saat lewat winter [batu bara] mungkin berkurang," jelasnya.

Kendati demikian, kenaikan harga komoditas juga berpotensi menciptakan risiko yang sama besarnya. Tingkat inflasi yang tinggi khususnya di negara-negara maju, khususnya Amerika Serikat (AS), bisa memicu normalisasi kebijakan moneter yang lebih cepat. Terutama, kebijakan suku bunga acuan.

Di dalam negeri, Febrio mencatat tingkat inflasi masih rendah di level 1,9 persen. Pada 2022, Febrio memperkirakan tingkat inflasi akan masih ebrada dalam baseline skenario otoritas yaitu di kisaran 2-4 persen.

"Ini masih terkendali. Harga-harga komoditas naik dampaknya terhadap APBN masih bisa dijaga. Kita sampaikan ke masyarakat, bahwa kita masih fokus untuk percepatan pemulihan ekonomi," ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper