Bisnis.com, JAKARTA - Sektor eksternal Indonesia pada 2022 dinilai akan mengalami sejumlah tantangan. Sejumlah faktor seperti meningkatnya kebutuhan impor, gangguan rantai pasok, dan ketidakpastian pandemi menjadi risiko negatif atau downside risk di tahun ketiga pandemi.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan laju impor yang akan semakin pesat mengejar ekspor sejalan dengan pemulihan ekonomi. Hal ini, tambah Faisal, akan menyebabkan mengecilnya surplus neraca dagang yang sebelumnya mencetak rekor hingga 19 bulan berturut-turut di 2021.
Hal tersebut bisa berdampak pada transaksi berjalan yang diperkirakan akan kembali membukukan defisit (current account deficit/CAD) sekitar -2,15 persen terhadap PDB.
"Akan tetapi, angka perkiraan tersebut masih lebih sempit dibandingkan dengan level rata-rata defisit selama tiga tahun prapandemi yaitu -2,22 persen terhadap PDB," jelas Faisal dalam pernyataan resmi, Jumat (7/1/2022).
Risiko lain dari neraca keuangan Indonesia 2022 berasal dari gangguan rantai pasok dan meningkatnya tekanan inflasi, sehingga menyebabkan normalisasi kebijakan moneter yang lebih cepat dari yang diantisipasi. Risiko tersebut berpotensi membayangi potensi aliran modal asing untuk masuk ke pasar keuangan dalam negeri, atau capital inflow.
"Ini tentunya bisa memicu flight to quality atau risk-off sentiments," tambah Faisal.
Baca Juga
Ketidakpastian terkait dengan kondisi pandemi Covid-19 juga dinilai sebagai faktor yang harus terus diantisipasi. Contohnya, varian baru Omicron yang saat ini memicu kenaikan kasus Covid-19.
Kendati berbagai faktor tersebut, Faisal memperkirakan neraca pembayaran (balance of payment) di akhir 2022 masih bisa membukukan surplus, meskipun tidak setinggi pencapaian 2021.