Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan menyatakan bahwa aset digital non fungible token atau NFT harus masuk dalam Surat Pemberitahuan atau SPT Tahunan pemiliknya.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor kepada Bisnis pada Selasa (4/1/2022). Menurutnya, NFT berkembang pesat di berbagai lapisan dunia, termasuk Indonesia sehingga menjadi aset berharga bagi para pemiliknya.
Dia menyebutkan bahwa memang belum terdapat aturan spesifik mengenai aset digital seperti NFT. Namun, Neil menegaskan bahwa NFT harus masuk dalam pelaporan wajib pajak di SPT Tahunannya.
"Aset tersebut [NFT] dilaporkan dalam SPT Tahunan," ujar Neil kepada Bisnis, Selasa (4/1/2022).
Selain itu, menurutnya, aset NFT tetap dikenakan pajak dari aspek transaksinya. Neil menjabarkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 36/2008 tentang Pajak Penghasilan (PPh), terdapat pengenaan PPh untuk setiap tambahan kemampuan ekonomis.
"Untuk transaksi NFT yang menambah kemampuan ekonomis maka dikenakan PPh," ujarnya.
Baca Juga
Penerapan ketentuan umum masih berlaku karena pemerintah belum memiliki aturan khusus, baik terkait transaksi NFT atau perpajakannya. Menurut Neil, pemerintah masih membahas regulasi tersebut.
NFT merupakan aset digital yang mewakili atau menjadi bukti kepemilikan barang berharga. Aset NFT dapat dibeli dengan mata uang kripto, salah satu yang paling banyak digunakan adalah koin Ethereum (ETH).