Bisnis.com, JAKARTA - Dampak realisasi investasi kuartal I-III/2021 terhadap penciptaan kesempatan kerja diperkirakan lebih besar dari hasil yang direkam atau dicatat oleh Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) melakukan kajian dampak realisasi investasi terhadap perekonomian. Hasil kajian tersebut menyimpulkan bahwa potensi maksimal dari dampak investasi terhadap penciptaan kesempatan kerja bisa sebesar dua kali lipat dari yang dilaporkan.
"BKPM mencatat angka [penciptaan kesempatan kerja] yaitu 914.000 tenaga kerja yang dipakai. Tapi, dengan hitungan kami, sebenarnya potensi maksimal itu sampai dengan 2 juta. Karena, tidak semua perusahaan melaporkan [data] dengan baik," jelas Dekan FEB UI Teguh Dartanto pada webinar, Senin (27/12/2021).
Dalam paparan hasil kajiannya, Teguh menjelaskan bahwa secara inisialnya saja, dampak investasi bisa secara maksimal menciptakan kesempatan kerja bagi hingga 2.045.000 tenaga kerja. Itu pun masih menggunakan angka realisasi yang dicatat oleh BKPM yaitu dari kisaran 914.000-2.045.000.
Jika dihitung berdasarkan dampak totalnya, yang melibatkan dampak langsung dan tidak langsung, maka kesempatan kerja yang berpotensi diciptakan bisa memperkerjakan 1.727.000-3.865.000 tenaga kerja.
"Kalau potensi maksimal ini saya juga menggunakan data dari BPS. Secara hitung-hitungan konservatif itu memang 1,7 [juta], dampak total dari investasi yang tercatat oleh BKPM. Kalau angka yang 914.000 itu, menurut saya yang tercatat saja dan biasanya perusahaan belum tentu mencatat secara rinci," jelas Teguh.
Adapun, Kementerian Investasi/BKPM mencatat bahwa realisasi penanaman modal pada Januari-September 2021 atau dari kuartal I-III/2021 mencapai Rp659,47 triliun atau sudah 73,3 persen dari target Rp900 triliun.
Teguh mengkaji dampak seterusnya dari investasi yaitu sisi langsung dan tidak langsung. Contohnya, investasi pada pabrik ban. Dampak langsung dari kegiatan tersebut merupakan bahan baku dan tenaga kerja sektor industri yang terserap.
Lalu, dampak tidak langsung merupakan sistem pendukung dari kegiatan produksi di awal, seperti transportasi. "Semua orang yang kerja di industri, itu butuh makan dan transportasi. Itu kita hitung juga. Ada suppporting system-nya. Misal kalau ada industri, ada kos-kosan dan warteg," terangnya.