Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perpers EBT Molor, Komitmen Energi Hijau Jokowi Dipertanyakan

Rencana penerbitan Perpres EBT berulang kali terjadi. Pada tahun ini, setidaknya pemerintah beberapa kali pemerintah memasang targeg penerbitan regulasi ini.
Presiden Joko Widodo (kedua kanan) membuat video vlog didampingi Dirut PLN Sofyan Basyir (kiri), Presdir PT Binatek Energi Terbarukan Erwin Yahya (kanan) dan Bupati Sidrap Rusdi Masse (kedua kiri) saat peresmian Pembangkit Listirk Tenaga Bayu (PLTB) di Desa Mattirotasi, Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, Senin (2/7/2018). /Antara Foto-Abriawan Abhe
Presiden Joko Widodo (kedua kanan) membuat video vlog didampingi Dirut PLN Sofyan Basyir (kiri), Presdir PT Binatek Energi Terbarukan Erwin Yahya (kanan) dan Bupati Sidrap Rusdi Masse (kedua kiri) saat peresmian Pembangkit Listirk Tenaga Bayu (PLTB) di Desa Mattirotasi, Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, Senin (2/7/2018). /Antara Foto-Abriawan Abhe

Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Joko Widodo atau Jokowi disebut masih kurang berkomitmen dalam pengembangan energi baru terbarukan seiring dengan lambatnya pengesahan Peraturan Presiden terkait tarif pembelian tenaga listrik bersumber dari energi baru terbarukan (EBT).

Rencana penerbitan beleid tersebut telah berulang kali terjadi. Pada tahun ini, setidaknya pemerintah beberapa kali pemerintah memasang targeg penerbitan regulasi ini. Mulai dari awal 2021, tengah tahun hingga akhir tahun ini. Namun demikian, aturan tersebut belum juga sampai di meja Presiden.

"Perpres EBT masih terkendala. Sudah 2 tahun prosesnya. Saya berpandangan keterlambatan ini menunjukan bahwa Presiden Jokowi masih kurang berkomitmen memajukan energi terbarukan," kata Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa kepada Bisnis, Kamis (23/12/2021).

Menurutnya, kondisi ini disebabkan cara pandang pemerintah terhadap mahalnya pembangkit energi terbarukan. Hal itu tercermin dari sikap Kementerian Keuangan yang menilai skema feed in tariff [FiT] dapat menyebabkan beban fiskal APBN dan PLN.

"Menurut hemat saya, FiT adalah kebijakan standar yang dipakai di banyak negara untuk promosi ET. Apalagi FiT di Perpres tersebut dibatasi untuk pembangkit skala kecil <5MW. Pembangkit ET dengan FiT bisa lebih murah dari PLTD bahkan BPP wilayah atau sub-wilayah," terangnya.

Fabby menduga, skema ini juga ditolak oleh PLN. Pasalnya perusahaan listrik itu telah merencanakan program didieselisasi dan memulai tender pada tahun depan. Langkah ini diharapkan memberi harga listrik lebih rendah daripada skema FiT.

IESR menyarankan agar analisa soal harga energi terbarukan dan dampak pada biaya pokok produksi lisyrindilakukan dalam kajian tarif jangka panjang.

"AESI berharap agar Perpres ini disahkan segera di Januari 2022. Penundaan Perpres ini membuat ketidakpastian investasi ET dan ini menghambat percepatan transisi energi bersih di Indonesia," ujarnya.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana memastikan regulasi ini masih diproses.

"Masih proses dengan Kementerian Keuangan," katanya kepada Bisnis, Senin (20/12/2012).

Adapun Perpres EBT ini disebut-sebut akan menjadi acuan bagi dunia usaha dan pemerintah dalam mengatur kebijakan terkait energi terbarukan. Beberapa di antaranya mengenai harga listrik EBT termasuk kontrak jual beli listrik dari independent power producer (IPP).

Senada, Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Chrisnawan Anditya menyebut proses penyelesaian beleid ini masih terus digodok oleh pemerintah.

Meski demikian dia mengaku optimis Perpres terkait EBT akan diteken Presiden Joko Widodo sebelum pergantian tahun. "Kami masih optimis dan berharap dapat terbit tahun ini," katanya kepada Bisnis. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Rayful Mudassir
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper