Bisnis.com, JAKARTA – Pengawasan di sejumlah simpul transportasi, seperti terminal penumpang, pelabuhan, dan pelabuhan penyeberangan dinilai perlu ditingkatkan saat periode libur Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan, pengetatan di simpul transportasi perlu dilakukan mengingat pergerakan orang cenderung meningkat saat Nataru.
Selain itu, menurutnya, dengan ditemukannya pasien terjangkit Covid-19 varian Omicron, tentunya juga akan ada perubahan kebijakan perjalanan Nataru agar varian baru tersebut tidak menyebar luas di Tanah Air, dan terjadi gelombang ketiga penularan Covid-19.
“Pengawasan di terminal penumpang, pelabuhan, dan pelabuhan penyeberangan harus ditingkatkan. Pemberlakuan kewajiban tes antigen bagi penumpang Bus AKAP juga dapat diberikan dengan gratis, dan bagi yang belum vaksinasi akan melakukan suntik vaksinasi di terminal penumpang,” ujar Djoko, Selasa (21/12/2021).
Lebih lanjut, dia menilai, kebersihan armada bus dan awak bus yang sehat turut menjadi jaminan bagi penumpang yang ingin bepergian menggunakan bus.
Hal itu dilakukan supaya perusahaan PO Bus tetap dapat beroperasi, dan angkutan pelat hitam tidak merajalela. Hal yang sama juga dapat diberlakukan pada pelabuhan dan pelabuhan penyeberangan.
“Penegakan hukum terhadap aktivitas angkutan pelat hitam harus digencarkan dalam upaya mengurangi orang bermobilitas tanpa pengawasan. Rata-rata per hari bisa mencapai sekitar 1.000 kendaraan angkutan pelat hitam yang berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Barat menuju Jabodetabek,” sebut Djoko.
Bukan itu saja, menurutnya, mobilitas menggunakan jalan raya akan meningkat menuju daerah wisata. Rest area menjadi tempat berkumpul pengguna tol yang perlu pengawasan, seiring dengan adanya peningkatan pengguna jalan tol.
“Aktivitas transportasi yang tidak sehat akan mendorong percepatan terjadi perluasan suatu wabah penyakit. Kampanye dan sosialisasi penyelenggaraan transportasi yang sehat harus digencarkan secara masif ke seluruh pihak yang berkepentingan, baik regulator, operator, maupun pengguna jasa transportasi untuk memastikan jaminan perjalanan yang higienis,” imbuhnya.
Sebagai informasi, hasil survei yang diselenggarakan Pusat Penelitian dan Pengembangan Transportasi Jalan dan Perkeretaapian Balitbang Perhubungan mendapatkan data bahwa 11 juta orang (7,1 persen) akan melakukan perjalanan antarkota di akhir 2021. Sementara itu, potensi pergerakan masyarakat di wilayah Jabodetabek sebanyak 2,3 juta orang (7 persen).
Moda yang paling banyak dipilih untuk digunakan adalah sepeda motor 28,5 persen (3,1 juta orang). Berikutnya pilihan pada mobil pribadi 23,3 persen (2,5 juta orang), bus 13,2 persen (1,4 juta orang), pesawat 9,8 persen (1,1 juta orang), dan kereta api 9,7 persen (1 juta orang).