Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana mulai mengkaji ulang penetapan harga domestic market obligation (DMO) untuk pembangkit listrik yang saat ini sebesar US$70 per metrik ton.
DMO pembangkit listrik untuk kepentingan umum selama ini dinikmati oleh PT PLN (Persero). Perusahaan setrum pelat merah itu selama ini menjadi penyuplai utama kelistrikan di dalam negeri.
Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Ditjen Minerba Kementerian ESDM Sunindyo Suryo Herdadi mengatakan bahwa evaluasi terhadap harga DMO masih dalam kajian bersama.
“Kami di Ditjen beserta para stakeholders terkait sedang melakukan evaluasi terhadap harga patokan batu bara, khususnya untuk pembangkit listrik,” katanya saat konferensi pers, Selasa (21/12/2021).
Meski demikian, pihaknya belum dapat menyampaikan secara detail proses yang sedang berlangsung. Dia pun berjanji akan menyampaikan kepada publik bila hasil evaluasi telah disepakati.
“Saat ini kami sedang melihat dinamika dari kepatuhan perusahaan untuk memenuhi DMO. Nah DMO yang sekarang jadi prioritas adalah memang DMO untuk PLN kebutuhan umum, pembangkit listrik kebutuhan umum,” terangnya.
Baca Juga
Pengaturan harga jual batu bara sendiri telah diatur pemerintah sejak 2018. Kebijakan itu diterbitkan untuk memberikan kepastian harga bagi penyediaan listrik nasional. Pada awal 2021, pemerintah menetapkan DMO 25 persen dari total produksi tahunan.
Adapun, batu bara masih mendominasi bahan bakar energi di dalam negeri mencapai 38 persen, disusul minyak bumi 32 persen, gas bumi 19 persen, serta energi baru terbarukan (EBT) sekitar 11 persen.
“Sekarang kami sedang melakukan evaluasi terhadap capping harga US$70 per ton. Nanti detail seperti apa, tentunya akan melihat perkembangan para wajib DMO kepada PLN,” tuturnya.
Selama ini, pengaturan DMO hanya diberikan kepada pembangkit listrik, serta industri pupuk dan semen. Harga khusus untuk dua industri terakhir yakni US$90 per ton.
“Sehingga yang tadi batu bara untuk PLN atau pembangkit itu di-capping US$70 maupun semen dan pupuk yang di-capping US$90 itu akan terus dilakukan kajian,” tuturnya.