Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nasib Gunung Pongkor di Ujung Tanduk, Tambang Emas yang Dikelola Antam

Konservasi alam areal Gunung Pongkor kembali terancam jika pengelolaan pertambangan di areal tersebut lepas dari penguasaan Aneka Tambang.
Ilustrasi: Penutupan lokasi tambang ilegal di Gunung Pongkor (21/9/2015)./Antara-Jafkhairi
Ilustrasi: Penutupan lokasi tambang ilegal di Gunung Pongkor (21/9/2015)./Antara-Jafkhairi

Bisnis.com, JAKARTA- Masyarakat Kampung Ciguha, Desa Bantar Karet, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat resah menyusul adanya isu tak sedap yang merebak di sana. 

Ya, lokasi itu dulunya merupakan salah satu titik penambangan emas tanpa izin alias PETI. Isu yang berkembang di sana tentu tidak jauh-jauh dari persoalan tambang-menambang emas. Ada keresahan masyarakat setempat bahwa ada pihak-pihak tertentu  yang nantinya akan diberikan izin untuk melakukan penambangan di areal tersebut.

“Baru-baru ini ada pihak-pihak lain yang diberikan ijin untuk menambang kembali seperti koperasi kah atau kelompok apa kah, gitu. Ada isu-isu yang tidak sedap buat kami. Kami akan menolak kalau itu [penambangan] harus terjadi di daerah kami, karena akan rusak kembali alamnya,” ujar Willy Suhendi, tokoh masyarakat setempat, yang ditemui Rabu (16/12/2021).

Dia melanjutkan, jika izin tersebut diberikan kepada pihak lain selain PT Aneka Tambang Tbk (Persero), maka 95.000 penduduk se-kecamatan Nanggung akan menuntut hak yang sama. Tentunya, hal itu bisa merusak keberlangsungan konservasi yang turut dijaganya. 

“Kami berharap tidak harus terjadi seperti 2015 ke belakang.  Kami warga masyarakat Ciguha, Desa Bantar Karet, Nanggung merasa was-was ketika tahun-tahun sebelum 2015 itu harus terjadi lagi. Semoga Allah melindungi,” ungkapnya.  

Pada tahun-tahun itu, situs tambang yang terkenal dengan sebutan Gunung Pongkor itu memang merupakan bukti nyata kerakusan manusia. Hutan yang terhampar pada punggung-punggung bukit banyak digunduli demi aktivitas penambangan tidak berizin. Sungai pun idem ditto hitam sepekat-pekatnya akibat digagahi limbah sianida ribuan liter setiap harinya yang berasal dari proses pemurnian emas.

Willy pun dulu kondang disebut sebagai gembongnya PETI. Dia mengaku kaya raya akibat penambangan liar tersebut. Duitnya, berkarung-karung. Tapi semua itu menurutnya tidak berkah karena ia habiskan di meja perjudian dan mabuk-mabukan.

Tidak hanya kerusakan ekologis, situasi sosial di Pongkor pun menurutnya sangat tidak kondusif ketika itu. Bagaimana tidak, ada skeitar 70.000 pendatang di daerah tersebut, dari seantero Indonesia, dari Papua hingga ke Aceh. Hal itu menjadikan Pongkor dan sekitarnya seperti daerah tak berperadaban. Segala macam penyakit sosial ada di tempat itu. Bahkan kerusuhan bedarah pernah terjadi beberapa kali di tempat itu pada 2000 dan 2008.

Atas dasar  itulah, Willy sudah berkomitmen untuk menolak jika memang benar ada pihak tertentu, selain PT Antam yang diberikan izin untuk melakukan penambangan emas di Pongkor. Jika itu terjadi, sia-sialah sudah hijrahnya, dan upaya konservasi yang  dilakukan oleh masyarakat setempat.

Hijrahnya Willy cs tidak lepas peran PT Aneka Tambang Tbk (Persero). Ridho Anggoro,  Human Capital and Finance Division Head UBP Emas mengatakan bahwa setelah aparat keamanan melakukan penertiban terhadapo PETI, pihaknya melakukan pendekatan kepada penduduk setempat untuk menghentikan upaya penambangan ilegal. Pihaknya menyadari bentul relasi sosial di sana yang bersifat patron-klien sehingga para dedengkot seperti Willy perlu didekati.

“Terus terang upaya ini tidak mudah dan singkat karena godaannya begitu besar. Untuk kuli panggul pada PETI saja dibayar Rp300.000 per hari. Apalagi kalau dedengkotnya, pendapatan mereka dari PETI bisa Rp2 miliar jadi perlu upaya intens untuk mengajak mereka,” terangnya.

Upaya pendekatan itu, tuturnya, merupakan bagian dari program inovasi sosial untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di sekitar wilayah operasi pertambangan. Salah satu program yang dilakukan sejak 2015 adalah upaya peningkatan kualitas Sungai Cikaniki yang tercemar akibat aktivitas PETI.

Kini di lokasi sungai tersebut telah dibangun sebuah kafe yang diberi nama Gelundung, yang bernaung di bawah pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (Bumndes) setempat. Pengelolaan kafe tersebut diselenggarakan oleh para mantan gurandil alias penambang emas tak berizin seperti Willy.

Saat Bisnis berkunjung ke areal sungai, di sana tampak ribuan ekor ikan mas berukuran besar terlihat saling berebut pelet alias makanan ikan yang disebarkan oleh para pengunjung kafe. Keberadaan ikan di sungai tersebut menandakan kondisi sungai sudah bersih dan tidak tercemar lagi.

Ridho melanjutkan, beberapa program inovasi sosial yang dilakukan Antam antara lain Save Cikaniki pada  2016 berupa  penanaman 6.100 batang pohon berusia panjang, pembangunan Puskesmas  Pembantu setahun kemudian, penyediaan saran air bersih pada 2018 yang hingga saat ini telah dirasakan manfaatnya oleh 643 penerima manfaat.

“Selain itu ada juga program pengembangan budi daya peternakan pada 2019 berupa peternakan ayam, budidaya kambing etawa, dan tanaman hias. Sedangkan tahun lalu, UBP Emas melakukan inisiasi Ekoriparian Ciguha, pelaksanaan program pertanian terintegrasi yang diikuti oleh mayoritas mantan PETI dan pendampingan usaha sablon dan tahun ini kami  meneruskan bersama local heroes. Pengembangan Ekoriparian Ciguha ini diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang timbul akibat aktivitaas PETI.

Menurutnya, Sebagai bagian dari Mind ID, Antam memiliki komitmen untuk melaksanakan keberlanjutan di setiap wilayah operasi Perusahaan. Program-program sosial tersebut pun merupakn bagian dari komitmen itu.

Sejak beroperasi pada 1994 dan pada 2017 menjadi satu-satunya perusahaan pertambangan sektor mineral yang mendapat penghargaan Proper Emas dari Kementerian Lingkungkan Hidup dan Kehutanan. Lanjutnya, Antam juga berkomitmen untuk melakukan pengurangan dampak kegiatan pertambangan melalui program Eco Inovasi berupa rancang bangun panel listrik yang merupakan kegiatan yang mengubah panel listrik konvensional-manual dengan panel listrik sistem kerja otomatis menggunakan PLC dan sensor infrared yang bertujuan menurunkan jam jalan peralatan sehingga terdapat penghematan konsumsi energi dan pengurangan emisi yang dihasilkan.

“Selain itu, ada juga recycle tailing yakni pemanfaatan limbah tailing menjadi produk GFA yang ramah lingkungan. GFA telah memilki sertifikasi SNI serta restorasi lahan dari land use change seluas 590 Ha dengan 245.300 pohon. Hal ini berdampak pada peningkatan tutupan lahan. Program ini telah menghasilkan serapan karbon 5352 tCO2 eq per tahun,” pungkasnya.

Dengan melihat berbagai capaian tersebut, termasuk capaian hijrahnya para gurandil, maka sudah sepatutnya, berbagai isu yang didengar oleh masyarakat setempat jangan sampai terealisasi. Jika demikian, Pongkor akan teperosok ke jurang kelam masa lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Kahfi

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper