Bisnis.com, JAKARTA — Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko mengungkapkan bahwa pengembangan teknologi hijau atau ramah lingkungan di dalam negeri masih menjadi kendala.
Dia mengatakan bahwa selama ini teknologi hijau masih terbentur dengan harga yang cenderung mahal. Sebab itu dia menyebut perlu adanya terobosan terkait teknologi hijau yang lebih ramah di kantong.
"Kendala secara umum untuk teknologi hijau adalah tantangan menciptajan terobosan teknologi yang mampu menjawab persoalan dan di saat yang sama memiliki tingkat keekonomian yang memadai," katanya kepada Bisnis, Rabu (8/12/2021).
Menurutnya, kondisi tersebut menuntut diciptakannya model bisnis baru agar siklus penerapan energi hijau dapat berjalan secara alami dan berkesinambungan. Selain itu, Laksana menilai bahwa kreativitas merupakan modal utama dalam mengembangkan energi berkelanjutan.
Di sisi lain, dia menilai bahwa riset aplikatif yang dekat ke hilir harus melibatkan para pelaku usaha. Upaya ini agar teknologi yang diciptakan lebih diterima pasar dan konsumen.
Meski begitu, dia menyadari tidak semua riset dapat langsung diserap pasar. Hal ini berkaitan dengan tingkat keekonomian satu produk. Saat ini yang telah berhasil masuk pasar adalah alat menghancur jarum suntik.
"Teknologi hijau ini secara umum membutuhkan kepakaran lintas disiplin, sehingga pencarian berbagai solusi bisa dilakukan dengan lebih cepat karena semua sumber daya baik manusia, infrastruktur maupun anggaran berada dalam satu manajemen," terangnya.
Sementata itu, sejumlah solusi teknologi lanjutnya telah dikembangkan BRIN. Salah satunya autonomous individual mobile system (AIMS). Transportasi masa depan ini disebut berbasis listrik.
"Rencananya akan kami implementasikan di kawasan tertutup seperti berbagai kebun raya di seluruh Indonesia, kawasan sains dan teknologi baik Puspiptek dan Cibinong Science Center," tuturnya.