Bisnis.com, JAKARTA — Moody's Analytics menilai bahwa penelitian mendalam mengenai varian baru Covid-19 omicron yang sedang berjalan akan menjadi acuan dalam menilai pengaruhnya terhadap perekonomian. Namun, terdapat sejumlah faktor yang dapat membuat perekonomian terganggu ketika varian itu menyebar luas.
Chief Asia Pasific Economist Moody's Analytics Steven G. Cochrane menilai bahwa varian omicron Covid-19 menambah faktor ketidakpastian terhadap prospek ekonomi global.
Meskipun begitu, masih terlalu dini untuk menilai seberapa besar risiko dan dampaknya karena penelitian mengenai omicron masih terus berjalan.
Hasil temuan atas varian baru itu, seperti kecepatan penularan, tingkat keparahan terhadap pasien terjangkit, dan efektivitas vaksin Covid-19 dalam menghadapinya akan menjadi acuan bagi banyak hal, termasuk perekonomian.
Menurut Cochrane, setidaknya dalam dua pekan ke depan para ilmuwan dapat memperoleh pemahaman lebih baik atas varian baru itu.
Moody's Analytics sendiri menekankan bahwa omicron mengingatkan para pelaku pasar bahwa pemulihan ekonomi masih terganjal oleh pandemi Covid-19. Menurut Cochrane, pihaknya tetap berasumsi bahwa akan terdapat gelombang infeksi baru sehingga perlu adanya langkah antisipasi.
Baca Juga
"Kami secara luas mengasumsikan bahwa akan ada gelombang infeksi baru, tetapi setiap gelombang itu kurang mendisrupsi sistem kesehatan dan ekonomi daripada yang sebelumnya. Kami berasumsi bahwa varian omicron konsisten dengan asumsi tersebut. Namun, jika variannya ternyata lebih menular, ganas, dan mengganggu perekonomian, kami perlu merevisi prospek ekonomi," tulis Cochrane dalam risetnya, dikutip pada Selasa (30/11/2021).
Menurutnya, terdapat tiga faktor khusus yang perlu menjadi perhatian negara-negara di Asia Pasifik dalam beberapa pekan mendatang. Kawasan itu perlu memberi perhatian besar terhadap penyebaran omicron karena sudah terdapat temuan kasus di Hongkong dan Australia.
Pertama, bagaimana negara-negara di Asia Pasifik merespons munculnya omicron dengan mempercepat laju vaksinasi. Cochrane menyoroti bahwa di sejumlah negara tingkat vaksinasi masih kurang dari 65 persen total populasinya yang berusia 12 tahun ke atas, seperti di Myanmar, Laos, dan Indonesia.
"Lonjakan kasus gelombang kedua varian delta di Vietnam saat ini menggambarkan kebutuhan untuk mempercepat laju vaksinasi," tulis Cochrane.
Kedua, bagaimana pemerintah di Asia Pasifik membuka jalur penerbangan dengan negara-negara tertentu. Penerbangan dan pariwisata menjadi salah satu sektor ekonomi yang tumbuh lambat di Asia Pasifik, sementara itu sebagian besar negara Asia Pasifik seperti Filipina dan Thailand sangat bergantung dari industri pariwisata.
Ketiga, bagaimana pemerintah di Asia Pasifik mengakselerasi kapasitas sistem kesehatan masyarakat untuk mengakomodasi orang-orang yang mungkin membutuhkan perawatan dalam gelombang selanjutnya Covid-19.
"Investasi seperti itu akan sangat penting dalam meminimalkan tindakan pembatasan sosial jika gelombang baru Covid-19 muncul," tulis Cochrane.