Bisnis.com, JAKARTA - Belum lama dari merebaknya virus Corona varian Delta, kini terdapat varian baru yang pertama kali ditemukan di Afrika Selatan, Omicron, yang kembali menarik perhatian dunia.
Untuk itu, Indonesia pun mulai memasang ancang-ancang untuk mencegah masuknya variant of concern (VOC) yang baru ini.
Menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal, pemerintah perlu mengantisipasi sejak awal untuk mencegah penyebaran varian Omicron di dalam negeri.
Faisal mengatakan apabila penyebaran varian baru ini terlanjur masif, seperti varian Delta pada pertengahan tahun ini, maka bisa berdampak pada proses pemulihan ekonomi.
"Setiap varian baru dari wabah Covid tetap memiliki risiko terhadap kesehatan yang perlu diantisipasi. Dampak terhadap ekonomi akan terasa apabila penyebarannya masif sehingga mendorong pemerintah untuk memberlakukan restriksi terhadap pergerakan orang," jelas Faisal kepada Bisnis, Senin (29/11/2021).
Seperti diketahui, penyebaran varian Delta pada pertengahan tahun ini membuat pemerintah harus menerapkan PPKM Darurat atau level 3-4, sehingga hampir seluruh kegiatan masyarakat dibatasi bahkan ada yang ditiadakan.
Hal itu turut berdampak pada pelambatan pertumbuhan ekonomi kuartal III/2021 yang tumbuh 3,51 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), lebih rendah dari pencapaian kuartal II/2021 sebesar 7,07 persen (yoy). Salah satu sektor yang terpuruk adalah konsumsi rumah tangga yang tumbuh hanya 1,03 persen (yoy), lebih rendah dari kuartal sebelumnya sebesar 5,96 persen (yoy).
Untuk kuartal IV/2021, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen, begitu pula yang ditargetkan pada 2022.
Direktur Center of Law and Economics Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan antisipasi cepat dari pemerintah bisa menjaga pertumbuhan ekonomi di positif di kuartal terakhir 2021 dan 2022.
Bhima mengatakan efek varian Omicron terhadap ekonomi dalam negeri tergantung pada antisipasi dan respon pemerintah. Oleh sebab itu, dia menilai sejumlah kebijakan perlu diambil misalnya menutup pintu kedatangan WNA dari negara yang terindikasi mengalami lonjakan kasus baru, memperpanjang waktu karantina bagi yang baru saja dari luar negeri, pencegahan penyebaran virus di tempat destinasi wisata, perkantoran dan pintu masuk WNA.
Lalu, pemberian booster vaksin Covid-19 bagi pekerja yang rentan seperti pegawai hotel, transportasi, bandara dan tenaga kesehatan. Selain itu, pencadangan dana SILPA atau sisa anggaran yang tidak terserap, untuk anggaran kesehatan jika sewaktu-waktu terjadi lonjakan kasus.
"Kalau antisipasi pemerintah cepat maka efek ke pertumbuhan ekonomi pada kuartal ke IV maupun tahun 2022 masih terjaga positif. Harapannya tidak ada PPKM ketat lagi di level 3 maupun 4," jelasnya kepada Bisnis.
Sejalan dengan hal tersebut, Bhima menekankan pentingnya mendukung pemulihan daya beli dengan berbagai program pemerintah seperti melanjutkan bantuan usaha produktif, bantuan subsidi upah dan kerja sama dengan platform digital untuk ketahanan UMKM, meskipun ada ancaman terhambatnya mobilitas ke tempat ritel fisik.