Bisnis.com, JAKARTA – Dirjen Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin menerangkan selama ini PLN melakukan kontrak batu bara paling besar dengan pemegang izin usaha pertambangan operasi produksi khusus (IUP OPK) angkut jual sebesar 38 persen.
Dia mengatakan bahwa kondisi tersebut menunjukan bahwa sebagian kontrak batu bara yang dilakukan PLN bukan dengan perusahaan tambang, tetapi dengan didominasi oleh IUP OPK angkut jual.
Sementara itu, kontrak dengan perusahaan pemasok pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) hanya 31 persen.
“Ini yang sering menjadi kendala ketika PLN memerlukan penambahan pasokan,” katanya saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR, Senin (15/11/2021).
Ridwan menuturkan, kontrak dengan pemegang IUP OPK angkut jual itu berpotensi memberikan ketidakpastian pasokan, khususnya pada saat harga batu bara sedang tinggi. Pasalnya, perusahaan tersebut tidak memiliki kewajiban domestic market obligation (DMO).
Dia pun meminta PLN untuk meningkatkan kontraknya dengan industri pertambangan secara langsung. Langkah tersebut diperlukan sebagai upaya agar pasokan DMO tetap terpenuhi untuk memastikan bahan bakar PLTU milik PLN maupun lewat skema independent power producer (IPP) aman.
Baca Juga
Setali tiga uang, Komisi VII DPR RI mendorong PT PLN (Persero) melakukan kontrak pembelian langsung dan kontrak jangka panjang ke pemilik tambang untuk memenuhi kebutuhan pasokan batu bara dalam negeri.
Pimpinan rapat dengar pendapat Komisi VII Maman Abdurrahman mendorong perusahaan setrum itu tidak membeli batu bara untuk bahan bakar listrik melalui trader.
“Dalam memenuhi kebutuhan pasokan batu bara, PT PLN [Persero] melakukan kontrak pembelian jangka panjang dan melakukan pembelian langsung ke pemilik tambang tanpa harus melalui trader,” katanya membacakan hasi RDP di Gedung Parlemen, Senin (15/11/2021).
Selain itu, Dewan mendesak Dirjen Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin dan PLN melakukan evaluasi terhadap perusahaan pertambangan yang tidak berkomitmen dalam memenuhi kewajiban DMO, termasuk pembenahan sistem trading batu bara.
Sebelumnya, Direktur Utama PT PLN (Persero) Zulkifli Zaini menerangkan bahwa realisasi pemenuhan kebutuhan batu bara untuk ketenagalistrikan mencapai 93,2 juta metrik ton hingga Oktober 2021.
Angka itu terbagi untuk kebutuhan PLTU milik PLN sebesar 55,5 juta ton, dan kebutuhan PLTU IPP sebesar 37,6 juta metrik ton. Sementara itu, kebutuhan pasokan batu bara untuk ketenagalistrikan mencapai 137,2 juta ton hingga akhir 2021.
Kementerian ESDM mengungkapkan data berbeda. Laporan pemerintah menyebutkan bahwa realisasi DMO telah mencapai 110 juta ton, atau sekitar 80 persen dari target 137,2 juta ton.