Bisnis.com, JAKARTA - Penyelesaian restrukturisasi utang PT Garuda Indonesia Tbk. dinilai paling tepat dilakukan melalui jalur penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) di pengadilan niaga.
Pemerhati penerbangan dari Jaringan Penerbangan Indonesia (Japri) Gerry Soedjatman memperkirakan saat ini emiten berkode GIAA tersebut memiliki hingga 800 kreditur. Apabila dilakukan negosiasi secara bilateral, akan membutuhkan waktu sangat lama dan berisiko gagal.
"Melalui PKPU, ratusan kreditur tersebut akan bernegosiasi bersama dengan tujuan piutangnya bisa terbayar. Garuda juga bisa menjelaskan rencana ke depan untuk disepakati bersama," kata Gerry, Jumat (5/11/2021).
Dia menuturkan langkah tersebut akan jauh lebih baik dan efisien dibandingkan dengan harus melakukan negosiasi satu per satu dengan krediturnya.
Berdasarkan SIPP Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Garuda dimohonkan PKPU oleh PT Mitra Buana Koorporindo yang dulu bernama PT Mitra Buana Komputindo. Perkara yang terdaftar dengan No. 425/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Jkt.Pst tersebut diajukan pada 22 Oktober 2021.
Dalam petitumnya, pemohon mengusulkan Tim Pengurus yang terdiri atas Jandri Siadari, Martin Patrick Nagel, Albert H. Limbong, dan Asri apabila permohonan PKPU dikabulkan
Baca Juga
Perkara PKPU tersebut sedang memasuki agenda pembacaan Jawaban dari Garuda selaku pihak Termohon yang dijadwalkan pada 9 November 2021.
Sebelumnya, permohonan yang sama juga pernah diajukan oleh PT My Indo Airlines pada 9 Juli 2021 dengan No. 289/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Jkt.Pst. Majelis hakim yang diketuai Heru Hanindyo memutuskan untuk menolak permohonan PKPU karena utang termohon tidak dapat dibuktikan secara sederhana.
Berdasarkan Undang-Undang No. 37/2004 tentang Kepailitan dan PKPU, syarat diterimanya permohonan adalah adanya dua atau lebih kreditur dengan tagihan yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, serta dapat dibuktikan secara sederhana.