Bisnis.com, JAKARTA - Sebuah riset menunjukkan polusi karbondioksida atau CO'' global meningkat kembali ke tingkat sebelum pandemi tahun ini.
Dilansir Bloomberg pada Rabu (4/11/2021), kelompok riset Proyek Karbon Global atau Global Carbon Project memaparkan hasil penelitiannya di KTT COP26 di Glasgow.
Angka-angka tersebut dengan jelas menggambarkan tantangan global yang ditimbulkan oleh kebijakan dan investasi iklim yang tertunda selama beberapa dekade.
Negara-negara harus mengurangi emisi setiap tahun dengan jumlah yang lebih besar daripada polusi karbon yang dikeluarkan oleh Jerman dan Arab Saudi guna mncapai tujuan 2050 dari Perjanjian Paris.
Dalam penelitian tersebut menunjukkan emisi bahan bakar fosil akan meningkat pada tahun ini sebesar 4,9 persen di atas level pada 2020 yang mencapai 36,4 gigatons CO'' atau mendekati level pada 2019.
Pada tahun lalu, keluaran emisi turun 5,4 persen setelah adanya pembatasan kegiatan ekonomi dan aturan karantina di berbagai belahan dunia.
Baca Juga
"Emisi kembali [meningkat] seperti karet gelang. [Besarnya] sama seperti yang kita lihat setelah 2008, di mana emisi turun 1,5 persen pada 2009 dan kemudian melonjak 5 persen pada 2010 seolah-olah tidak ada yang berubah," kata Robert Jackson, seorang profesor ilmu sistem Bumi di Universitas Stanford dan ketua Proyek Karbon Global.
Sementara itu, China menjadi penghasil polutan terbesar di dunia dengan memproduksi hampir sepertiga dari emisi karbon dioksida. Upaya pemulihan ekonomi di China telah memaksa pembangkit listrik tenaga batu baranya bekerja berlebihan. Dengan demikian, emisi yang dihasilkan secara nasional bakal meningkat 5,5 persen dari 2019 menjadi sebesar 11 gigaton.
Adapun emisi India, yang merupakan penghasil polutan terbesar ketiga, ditemukan meningkat 4,4 persen dibandingkan 2019.
Dalam catatan penelitian tersebut, penggunaan batu bara dunia memuncak pada 2014 dan semakin menurun. Namun, pada tahun ini tantangan kembali meningkat.
"Lonjakan batu bara [kali ini] cukup mengejutkan. Kami pikir China telah mencapai puncaknya, tetapi sekarang kembali memuncak," kata Glen Peters, direktur penelitian Pusat Penelitian Iklim Internasional di Oslo dan anggota Proyek Karbon Global.
Pada dekade sebelumnya, emisi CO'' turun di 23 negara yang merupakan seperempat dari total emisi dunia. Kelompok ini termasuk AS, yang merupakan pencemar tahunan terbesar kedua dan terbesar dalam sejarah, diikuti dengan Jepang, Meksiko, dan 14 negara Eropa.
Penggunaan energi dari sumber terbarukan tumbuh lebih dari 10 persen tahun ini, setara dengan rata-rata saat ini, meskipun terjadi penurunan sementara.
Data ini menambah urgensi untuk misi penyelematan iklim seiring dengan pertemuan di Glasgow di mana negara-negara berjuang untuk melaksanakan janji yang dibuat dalam Perjanjian Paris 2015.
Ilmuwan Proyek Karbon Global merevisi anggaran karbon mereka, yang merupakan semacam buku besar ilmiah untuk memperkirakan berapa banyak CO'' yang dapat ditampung atmosfer sebelum menahan ambang suhu.
Untuk memiliki peluang 50 persen dalam menjaga pemanasan global di bawah 1,5°C, mulai tahun 2022, pengeluaran CO'' di dunia tidak boleh lebih dari 11 tahun dengan laju saat ini. Untuk menjaga kenaikan suhu di bawah 1,7°C atau 2°C, ada emisi yang tersisa selama 20 atau 32 tahun.